A. Teori Evolusi
Veeger, Karel (1993:79), Charles Darwin(1809-1882) ia
membuktikan bahwa variasi dan diferensiasi besar di alam flora dan fauna
merupakan hasil suatu proses yang amat lama. Proses itu bercirikan empat hal
yaitu struggle for life, survival of the fittest , natural selection dan
progress.
Aguste Comte
(1798-1857) mengambil ciri khas manusia yaitu akal budinya sebagai prinsip
evolusi. Akal budi manusia dikekang oleh suatu hukum atau daya gerak
evolusioner dari dalam diri yang secara bertahap menyebabkan umat manusia
mula-mula berpikir kongkret dan partikular, lantas berpikir abstrak dan umum
dan akhirnya positif dan empiris.
Dadang supardan(155-156)
menjelaskan bahwasannya dalam buku yang berjudul principles of
sociology (1876-1896) Herbert Spencer, seorang sosiologi inggris
mengemukakan Teori Evolusi Sosial sebagai berikut:
1.
Masyarakat yang
merupakan suatu organisme, berevolusi menurut pertumbuhan manusia seperti tubuh
yang hidup, masyarakat bermula seperti kuman yang berasal dari massa yang
dalam, segala hal dapat dibandingkan dengan massa itu dan sebagian diantaranya
akhirnya dapat didekati. (Spencer dalam Lauer, 2003:80).
2. Suku primitif
berkembang melalui peningkatan jumlah anggotanya,perkembangan itu mencapai
suatu titik dimana suatu suku terpisah menjadi beberapa suku yang secara
bertahap timbul beberapa perbedaan satu sama lain. Perkembangan ini dapat
terjadi, seperti pengulangan maupun terbentuk dalam proses yang lebih luas
dalam penyatuan beberapa suku. Penyatuan itu terjadi tanpa melenyapkan
pembagian yang sebelumnya disebabkan oleh pemisahan.
3. Pertumbuhan
masyarakat tidak sekedar menyebabkan perbanyakan dan penyatuan kelompok, tetapi
juga meningkatkan kepadatan penduduk atau meningkatkan solidaritas, bahkan
massa yang lebih akrab.
4. Dalam tahapan
masyarakat yang belum beradab (uncivilised) itu bersifat homogen
karena mereka terdiri dari kumpulan manusia yang memiliki kewenangan,
kekuasaan, dan fungsi yang relatif sama terkecuali masalah jenis kelamin.
5. Suku nomaden
memiliki ikatan karena dipersatukan oleh ketundukan kepada pemimpin suku.
Ikatan ini mengikat hingga mencapai masyarakat beradab yang cukup untuk
diintegrasikan bersama selama “selama 1000 tahun lebih “.
6. Jenis kelamin
pria, didentikkan dengan simbol-simbol yang menuntut kekuatan fisik, seperti
keprajuritan, pemburu, nelayan, dan lain-lain.
7. Kepemimpinan
muncul sebagai konsekuensi munculnya keluarga yang sifatnya tidak tetap atau
nomaden.
8. Wewenang dan
kekuasaan seseorang ditentukan oleh kekuatan fisik dan kecerdikkan seseorang,
selanjutnya kewenagan dan kekusaan tersebut memiliki sifat yang diwariskan
dalam keluarga tertentu.
9. Peningkata
kapasitaspun menandai proses pertumbuhan masyarakat. Organisasi-organisasi
sosial yang mulanya masih samar-samar, pertumbuhannya mulai mantap secara
perlahan-lahan, kemudian adat menjadi hukum, hukum menjadi semakin khusus dan
institusi sosial semakin terpisah berbeda-beda. Jadi, dalam berbagai hal
memenuhi formula evolusi. Ada kemajuan menuju ukuran, ikatan, keanekaragaman
bentuk, dan kepastian yang semakin besar (Spencer dalam Lauer, 2003:81).
10. Perkembanganpun
ditandai oleh adanya pemisaha unsur-unsur religius da sekuler. Begitupun sistem
pemerintahan bertambah kompleks, diferensiasipun timbul dalam organisasi
sosial, termasuk tumbuhnya kelas –kelas sosial dalam masyarakat yang ditandai
oleh suatu pembagian kerja.
B. Teori Struktural Fungsionalisme
Pendekatan
fungsionalisme tidak bersifat historis dan tidak mengikuti perkembangan
suatu gejala social, seperti misalnya keluarga dalam tahap-tahapnya
dikurun waktu melainkan statis. Veeger, Karel J (1993 : 87), Gerhard dan
Jean Lenski dalam bukunya Human Societies (1974 : 28) menyebutkan enam
keharusan fungsional yaitu komunikasi, produksi, distribusi, pertahanan,
penggatian anggota lama, dan kontrol sosial.
Teori menekannkan pada
keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Konsep-konsep utamanya adalah: fungsi,disfungsi,fungsi laten,fungsi manifest,
dan keseimbangan. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap stuktur dalam system
social,fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional
terhadap yang lain maka struktur itu tidak aka nada atau akan hilang dengan
sendirinya. Penganut teori ini adalah Robert K.Merton dan Talcott Parson.
Penganut teori ini
hanya cenderung untuk melihat kepada sumbangan suatu system peristiwa terhadap
system yang lain dan karena itu mengabaikan bahwa suatu peristiwa atau suatu
system dapat beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalm suatu system
social. Secara ekstrim teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua
struktur adalah funsional bagi masyarakat. Dengan demikian pada tingkat
tertentu.misalnya peperangan,ketidaksamaan social,perbedaan ras, bahkan
kemiskinan,”diperlukan” oleh suatu masyarakat. Perubahan dapat terjadi secara
perlahan-lahan dalam masyarakat. Kalau terjadi konflik,penganut teori ini memusatkan
perhatiannya kepada masalah begaimana cara menyelesaikan sehingga masyarakat
tetap dalam keseimbangan.
Beberapa ahli teori
modern yang dianggap sebagai wakil tradisi ‘ talcott pnarsons dan Robert K
merot, para sosiolog yang kurang terkenal juga mengemukan bahasa dan konsep
fungsionalisme walaupun terkadang tanpa menguji konsep secara krotis atau hanya
mengapresiasikan implikasi penggunaan belaka.
Asumsi-asumsi dasarnya
adalah bahwa seluruh struktur social a
Tidak ada komentar:
Posting Komentar