Jumat, 17 Oktober 2014

Teori-Teori Sosiologi Dan Implikasinya Dalam Pendidikan


A.    Teori  Evolusi
Veeger, Karel (1993:79), Charles Darwin(1809-1882) ia membuktikan bahwa  variasi dan diferensiasi besar di alam flora dan fauna merupakan hasil suatu proses yang amat lama. Proses itu bercirikan empat hal yaitu struggle for life, survival of the fittest , natural selection dan progress.
Aguste Comte (1798-1857) mengambil ciri khas manusia yaitu akal budinya sebagai prinsip evolusi. Akal budi manusia dikekang oleh suatu hukum atau daya gerak evolusioner dari dalam diri yang secara bertahap menyebabkan umat manusia mula-mula berpikir kongkret dan partikular, lantas berpikir abstrak dan umum dan akhirnya positif dan empiris.
Dadang supardan(155-156) menjelaskan bahwasannya dalam buku yang berjudul principles of sociology (1876-1896) Herbert Spencer, seorang sosiologi inggris mengemukakan Teori Evolusi Sosial sebagai berikut:
1.     Masyarakat yang merupakan suatu organisme, berevolusi menurut pertumbuhan manusia seperti tubuh yang hidup, masyarakat bermula seperti kuman yang berasal dari massa yang dalam, segala hal dapat dibandingkan dengan massa itu dan sebagian diantaranya akhirnya dapat didekati. (Spencer dalam Lauer, 2003:80).
2. Suku primitif berkembang melalui peningkatan jumlah anggotanya,perkembangan itu mencapai suatu titik dimana suatu suku terpisah menjadi beberapa suku yang secara bertahap timbul beberapa perbedaan satu sama lain. Perkembangan ini dapat terjadi, seperti pengulangan maupun terbentuk dalam proses yang lebih luas dalam penyatuan beberapa suku. Penyatuan itu terjadi tanpa melenyapkan pembagian yang sebelumnya disebabkan oleh pemisahan.
3. Pertumbuhan masyarakat tidak sekedar menyebabkan perbanyakan dan penyatuan kelompok, tetapi juga meningkatkan kepadatan penduduk atau meningkatkan solidaritas, bahkan massa yang lebih akrab.
4. Dalam tahapan masyarakat yang belum beradab (uncivilised) itu bersifat homogen karena mereka terdiri dari kumpulan manusia yang memiliki kewenangan, kekuasaan,  dan fungsi yang relatif sama terkecuali masalah jenis kelamin.
5. Suku nomaden memiliki ikatan karena dipersatukan oleh ketundukan kepada pemimpin suku. Ikatan ini mengikat hingga mencapai masyarakat beradab yang cukup untuk diintegrasikan bersama selama “selama 1000 tahun lebih “.
6. Jenis kelamin pria, didentikkan dengan simbol-simbol yang menuntut kekuatan fisik, seperti keprajuritan, pemburu, nelayan, dan lain-lain.
7. Kepemimpinan muncul sebagai konsekuensi munculnya keluarga yang sifatnya tidak tetap atau nomaden.
8. Wewenang dan kekuasaan seseorang ditentukan oleh kekuatan fisik dan kecerdikkan seseorang, selanjutnya kewenagan dan kekusaan tersebut memiliki sifat yang diwariskan dalam keluarga tertentu.
9. Peningkata kapasitaspun menandai proses pertumbuhan masyarakat. Organisasi-organisasi sosial yang mulanya masih samar-samar, pertumbuhannya mulai mantap secara perlahan-lahan, kemudian adat menjadi hukum, hukum menjadi semakin khusus dan institusi sosial semakin terpisah berbeda-beda. Jadi, dalam berbagai hal memenuhi formula evolusi. Ada kemajuan menuju ukuran, ikatan, keanekaragaman bentuk, dan kepastian yang semakin besar (Spencer dalam Lauer, 2003:81).
10. Perkembanganpun ditandai oleh adanya pemisaha unsur-unsur religius da sekuler. Begitupun sistem pemerintahan  bertambah kompleks, diferensiasipun timbul dalam organisasi sosial, termasuk tumbuhnya kelas –kelas sosial dalam masyarakat yang ditandai oleh suatu pembagian kerja.
B.     Teori Struktural Fungsionalisme
Pendekatan fungsionalisme tidak bersifat historis dan tidak mengikuti  perkembangan suatu gejala social, seperti  misalnya keluarga dalam tahap-tahapnya dikurun waktu melainkan statis.  Veeger, Karel J (1993 : 87), Gerhard dan Jean Lenski dalam bukunya Human Societies (1974 : 28) menyebutkan  enam keharusan fungsional yaitu komunikasi, produksi, distribusi, pertahanan, penggatian anggota lama, dan kontrol sosial.
Teori menekannkan pada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya adalah: fungsi,disfungsi,fungsi laten,fungsi manifest, dan keseimbangan. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap stuktur dalam system social,fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional terhadap yang lain maka struktur itu tidak aka nada atau akan hilang dengan sendirinya. Penganut teori ini adalah Robert K.Merton dan Talcott Parson.
Penganut teori ini hanya cenderung untuk melihat kepada sumbangan suatu system peristiwa terhadap system yang lain dan karena itu mengabaikan bahwa suatu peristiwa atau suatu system dapat beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalm suatu system social. Secara ekstrim teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah funsional bagi masyarakat. Dengan demikian pada tingkat tertentu.misalnya peperangan,ketidaksamaan social,perbedaan ras, bahkan kemiskinan,”diperlukan” oleh suatu masyarakat. Perubahan dapat terjadi secara perlahan-lahan dalam masyarakat. Kalau terjadi konflik,penganut teori ini memusatkan perhatiannya kepada masalah begaimana cara menyelesaikan sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan.
Beberapa ahli teori modern yang dianggap sebagai wakil tradisi ‘ talcott pnarsons dan Robert K merot, para sosiolog yang kurang terkenal juga mengemukan bahasa dan konsep fungsionalisme walaupun terkadang tanpa menguji konsep secara krotis atau hanya mengapresiasikan implikasi penggunaan belaka.
Asumsi-asumsi dasarnya adalah bahwa seluruh struktur social a


Tidak ada komentar:

Posting Komentar