SOSIOLOGI
1. PENGERTIAN SOSIOLOGI
Sosiologi berasal dari bahasa latin socius yang mempunyai arti kawan atau teman,
dan logos yang berarti ilmu pengetahuan/pikiran. Jadi, dilihat dari
akar katanya sosiologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang pergaulan hidup socius dengan socius atau teman
dengan teman, yaitu hubungan antara seorang dengan seorang, perseorangan
dengan golongan, atau golongan dengan golongan (Ahmadi, 1984: 7).
Karena pergaulan hidup manusia disebut juga masyarakat maka sosiologi
diartikan juga sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat manusia
dan tingkah laku manusia di beberapa kelompok yang membentuk masyarakat
(Kornblum, 1988: 5). Selain dua definisi di atas masih banyak terdapat
definisi lainnya, dimana definisi-definisi tersebut mempunyai beberapa
perbedaan dalam penjabarannya. Walaupun demikian dari sekian definisi
tersebut masih bias kita tarik benang merah sehingga bisa kita temukan
pokok pikiran yang sama, yaitu bahwa sosiologi itu adalah 1) merupakan
hidup bermasyarakat dalam arti yang luas, 2) perkembangan masyarakat di
dalam segala aspeknya, dan 3) hubungan antarmanusia dengan manusia
lainnya dalam segala aspeknya. Dari rumusan ini paling tidak kita bisa
menemukan adanya dua unsur pokok dari sosiologi, yaitu 1) adanya
manusia, dan 2) adanya hubungan di dalam suatu wadah hubungan yang
disebut dengan masyarakat (Ahmadi, 1984: 10).
Pengertian sosioligi menurut beberapa ahli.
1. Piritim Sorokin, mengatakan bahwa sosioligi adalah suatu ilmu yang mempelajari:
a. Hubungan
dan pengaruh timbale balik antara aneka macam gejala social (misalnya
antara gejala ekonomi dan gejala keluarga, keluarga dengan moral, hukum
dngan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik ).
b. Hubungan
dan pengaruh timbale balik antara gejala social dengan gejala-gejala
non social (contoh gejala geografis, biologis, dsb).
2. Roucek dan Waren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
3. William
Ogburn dan Meyer F. Nimkoff (1959: 12-13) berpendapat bahwa sosiologi
adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi social dan hasilnya,
yaitu organisasi social.
4. J.
A.A. van Doom dan C.J. Lammers (1964: 24) mengemukakan bahwa sosiologi
ilmu tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang
bersifat stabil.
5. David
Popenoe (1983: 107-108) berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu tentang
interaksi manusia dalam masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
6. Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (1982: 14) menyatakan bahwa sosiologi
adalah ilmu tentang struktur social dan proses-proses social, termasuk
perubahan-perubahan social. Selanjutnya, menurut mereka bahwa struktur
social keseluruhan jalinan antara unsure-unsur sosial yang pokok, yaitu
kaidah-kaidah social (norma-norma social), lembaga social,
kelompok-kelompok, serta lapisan social. Sedangkan proses social adalah
pengaruh timbale balik antara berbagai seni kehidupan bersama, umpamanya
pengaruh timbale balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi
kehidupan politik, kehidupan hukum dengan agama, dan sebagainya.
Auguste
Comte dikenal sebagai bapak sosiolog dunia. Tentunya dengan ini, Comte
memiliki pengertian sendiri tentang sosiologi. Auguste Comte adalah
orang pertama yang menggunakan
istilah sosiologi., dan membedakan ruang lingkup dan isi sosiologi dan
dari ruang lingkup dan isi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Menurut comte
ada tiga tahap perkembangan intelektuil yang masing-masing merupakan
perkembangan dari tahap sebelumnya, tahap pertama dinamakan tahap
teologis atau fiktif yaitu suatu tahap dimana manusia menafsirkan
gejala-gejala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan
kekuatan-kekuatan yang dikendalikan oleh dewa-dewa atau Tuhan Yang Maha
Esa.
Tahap
kedua, yang merupakan perkembangan dari tahap pertama, yaitu tahap
metafisik, pada tahap ini manusia menganggap bahwa di dalam setiap
gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya
akan dapat diungkapkan. Pada tahap ini manusia masih, bahwa setiap
cita-cita masih terkait pada realitas tertentu tanpa verifikasi.
Tahap
ketiga atau tahap terakhir dari perkembangan manusia merupakan tugas
daripada ilmu pengetahuan positif yang menghilangkan pemikiran-pemikiran
bahwa setiap cita-cita terkait pada suaturealitas tertentu dan tidak
ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam. Ketiga tahap
tadi dapat memenuhi fikiran manusia pada saat bersamaan dimana
kadang-kadang menimbulkan pertentangan, kemudian
pertentangan-pertentangan tersebut seringkali tidak disadari oleh
manusia sehingga timbul ketidakserasian. Kemudian penjelasan soal ilmu
pengetahuan yang bersifat positif Auguste Comte berpendapat apabila ilmu
pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata
dan konkrit, tanpa ada halangan dari pertimbangan-pertimbangan lainnya.
Serta sampai sejauh mana ilmu tersebut dapat me ngungkapkan kebenaran
yang positif.
Hal
yang menonjol pada sistematika Comte adalah penilaian terhadap
sosiologi yang merupakan ilmu pengetahuan yang komplek dan yang
merupakan suatu ilmu pengetahuan yang akan berkembang dengan pesat
sekali. Sosiologi merupakan studi positif tentang hukum-hukum dasar dari
gejala sosial. Auguste comte kemudian mebedakan antara sosiologi statis
dengan sosiologi dinamis (Ritzer, 1973: 86-90). Sosiologi statis
memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar dari
adanya masyarakat. Studi ini merupakan semacam anatomi sosial, yang
mempelajari aksi-aksi dan reaksi timbal balik dari sistem-sistem sosial.
Cita-cita dasar yang menjadi latar belakang dari sosiologi statis
adalah semua gejala sosial adalah saling berkaitan, yang berarti bahwa
percuma untuk mempelajari salah satu gejala sosial secara tersendiri,
unit sosial yang penting bukanlah individu tapi keluarga yang
bagian-bagiannya terikat oleh simpati. Sosiologi dinamis sendiri
merupakan teori tentang perkembangan, dalam arti pembangunan. Ilmu
pemgetahuan ini menggambarkan cara-cara pokok dalam mana perkembangan
manusia terjadi, dari tingkat intelegensi yang rendah ke yang lebih
tinggi. Maka, dengan dengan demikian, maka dinamika menyangkut
masyarakat-masyarakat untuk menunjukkan adanya perkembangan. Comte
sebenarnya lebih mementingkan perubahan-perubahan atau perkembangan dalm
cita-cita daripada bentuk. Akan tetapi dia tidak menyadri betapa
perubahan cita-cita akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan
bentuk pula.
Tokoh-tokoh lain yang mempengaruhi perkembangan sosiologi adalah:
a. Herbert Spencer
b. Emile Durkhaem
c. Max Weber
d. Charles Horton C.
e. Pierre Guillaume F. L. P.
f. Ferdinand Tonnies
g. Leopul F.
h. Alferd Vierkandt
i. Lester Frank Ward
j. Vilvredo Pareto
k. Georg Simmel
l. William Graham Summer
m. Robert Ezra Park
n. Karl Mannheim
Pada
umumnya, sosiologi berkonsentrasi bukan pada pemecahan masalah, tetapi
kemunculan ilmu social ini dimaksudkan untuk membuat manusia sebagai
makhluk rasional ikut aktif ambil bagian dalam gerakan sejarah, suatu
gerakan yang diyakini memperlihatkan arah dan logika yang belum
diungkapkan oleh manusia sebelumnya. Karena itu, sosiologi bisa membuat
merasa seperti di rumah sendiri di dunia yang lebih mamapu mengendalikan
diri mereka sendiri dan secara kolektif dan tidak langsung kondisi
tempat mereka harus beraktivitas. Dengan kata lain, sosiologi diharapkan
akan menemukan kecenderungan historis dari penelaahan masyarakat modern
dan memodifikasinya. Sosiologi membantu perkembangan dan mengatur
proses pemahaman yang mendasar, baik terencana maupun spontan. Sejak
dari awal, sosiologi mengasumsikan bahwa tidak semua transformasi modern
itu bermanfaat atau diharapkan. Karena itu sosiologi harus member
peringatan kepada public di semua lapisan, khususnya di tingkat
kebijakan, tentang adanya bahaya yang tersembunyi di balik proses yang
tidak terkendali itu. Sosiologi pun harus memberikan jalan keluar untuk
mencegah terjadinya proses yang tidak diinginkan tersebut, atau
mengusulkan cara untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi.
Para
pendiri dan penerus disiplin ilmu yang baru ini setuju dengan pandangan
di atas, walaupun mereka mungkin berbeda dalam penafsiran tentang
cirri-ciri krusial dan factor-faktor utama dari ternd histories yang
harus dipahami. Auguste Comte (1798-1857) mengidentifikasiakan
penggerak sejarah dalam kemajuan pengetahuan ilmiah dalam semangat
positivisme. Herbert Spencer (1820-1903) membayangkan perjalanan
masyarakat menuju tahap industry yang damai, dimana tersedia banyak
hasil produksi untuk didistribusikan. Ia meramalkan kemajuan yang
berkelanjutan menuju masyarakat yang semakin kompleks, bersamaan dengan
bangkitnya otonomi dan diferensiasi individu. Karl Marx (1818-1883)
memperkirakan, pada akhirnya muncul control progresif terhadap alam di
dalam emansipasi penuh dari masyarakat untuk menghindari kesengsaraan
dan perselisihan (konflik) yang akan mengakhiri alienasi produk dari
produsennya, serta mengakhiri transformasi produk-produk tersebut
menjadi modal yang dipakai untuk memperbudak dan mengambil alih
produsen, dan pada akhirnya akan terselesaikan semua bentuk eksploitasi.
Jika ditelaah lebih lanjut,tentang karakteristik sosiologi menurut Soekanto (1986: 17) mencakup hal-hal sebagai berikut.
1. Sosiologi
merupakan bagian dari ilmu social, bukan merupakan bagian pengetahuan
alam maupun ilmu kerohanian. Perbedaan tersebut bukan semata-mata
perbedaan metode, namun menyangkut perbedaan substansi, yang kegunaannya
untuk membedakan ilmu-ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
gejala-gejala alam dengan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
gejala-gejala kemasyarakatan.
2. Sosiologi
bukan merupakan disiplin yang normative, melainkan suatu disiplin yang
bersifat categories. Artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang
terjadi saat ini, dan bukan mengenai apa yang semestinya terjadi atau
seharusnya terjadi.
3. Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum (nomotetik).
4. Sosiologi merupakan ilmu social yang empiris, factual, dan rasional.
5. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak, bukan tentang ilmu pengetahuan yang konkert.
6. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum.
Sosiologi
sebagai ilmu memfokuskan pada kajian pola-pola interaksi manusia, dalam
perkembangannya seringkali lebih banyak dihubungkan dengan kebangkitan
modernitas. Menurut Zygmunt Bauman (2000: 1023) keterkaitan tersebut
dikarenakan beberapa alas an.
1. Mungkin
satu-satunya denominator umum dari sejumlah besar mazhab pemikiran dan
strategi riset yang mengklaim mengandung sumber sosiologis adalah
fokusnya pada masyarakat.
2. Fenomena
modern lainnya yang khas lainnya adalah ketegangan konstan antar
manusia yang muncul dari latar belakang tradisional dan komunal, yang
berubah menjadi individu dan subjek tindakan otonom, serta masyarakat
sebagai batasan sehari-hari terhadap tindakan dari keinginan individu.
Secara tematis, ruang lingkup sosiologi dapat dibedakan menjadi beberapa subdisiplin sosiologi, seperti:
1. Sosiologi pedesaan (rural sosiology)
2. Sosiologi industry (industrial sosiology)
3. Sosiologi perkotaan (urban sosiology)
4. Sosiologi medis (medical sociology)
5. Sosiologi wanita (woman sociology)
6. Sosiologi militer (military sociology)
7. Sosiologi keluarga (family sociology)
8. Sosiologi pendidikan (educational sociology)
9. Sosiologi seni (sociology of art)
10. Sosiologi agama (religious sociology)
Sosiologi
adalah kajian ilmiah tentang kehidupan social manusia. Sosiologi
berusaha mencari tentang hakekat dan sebab-sebab dari berbagai pola
pikiran dan tindakan manusia yang teratur dan dapat berulang (Sanderson,
1993: 2). Berbeda dengan psikolog, yang memusatkan perhatiannya pada
karakteristik tindakan orang perorangan, sosiplogi hanya tertarik kepada
pikiran dan tindakan yang dimunculkan seseorang sebagai anggota suatu
kelompok atau masyarakat. Namun perlu diingat, sosiologi adalah disiplin
ilmu yang luas dan mencakup banyak hal, dan ada banyak jenis sosiologi
yang mempelajari sesuatu yang berbeda dengan tujuan yang berbeda-beda.
Sosiologi
dianggap sebagai ilmu yang tidak mudah karena obyeknya yang berupa
masyarakat (dalam arti kata hubungan-hubungan atau jaringanjaringan)
bersifat abstrak. Di samping itu kita menjadi tidak mudah untuk
merumuskan masalah sosiologis, karena dalam sosiologi sering kali tidak
kita jumpai adanya kata-kata ‘ada’ dan ‘pasti’. Hal lainnya lagi adalah
bahwa sangat sulit untuk bisa menjaga objektivitas kajian sosiologi,
karena peneliti/pengamat berada di dalam subyek kajiannya. Bias-bias
subjektivitas peneliti dalam melakukan pengamatan, penafsiran, dan
analisis atas suatu fenomena sosial sangat mungkin sekali terjadi.
Misalnya Anda sebagai sosiolog sedang meneliti tentang perilaku seksual
kelompok elit metropolitan di mana selama melakukan pengamatan Anda
selalu memasukkan opini negatif pribadi terhadap perilaku seksual
tersebut karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hidup Anda. Tindakan
Anda ini tentu saja sangat mengganggu tingkat objektivitas hasil
penelitian Anda. Selanjutnya masyarakat sebagai kajian sosiologi
bersifat kompleks, terutama masyarakat modern, sehingga ada anggapan
sangat sulit bagi sosiolog untuk mengkajinya. Untuk menjawab semua
permasalahan tersebut maka terdapat beberapa hal yang harus sangat
diperhatikan yaitu bahwa seorang peneliti/pengamat harus bisa bersikap
tidak memihak, tidak terburu-buru dalam mencari bukti-bukti/informasi,
dan bersikap curiga terhadap informasi-informasi yang bukti-buktinya
tidak begitu jelas.
2. METODE SOSIOLOGI
Sosiologi
atau ilmu masyarakat termasuk salah satu pengetahuan kemasyarakatan,
ilmu kemasyarakatan sendiri adalah kelompok yang mempelajari kehidupan
bersama antara manusia dengan sesamanya (Soemardjan & Soemardi,
1964: 13). Karena sosiologi mencakup kehidupan masyarakat yang komplek
dan menyeluruh maka jelas sebagai ilmu pengetahuan dibutuhkan cara-cara
mempelajari serta meneliti lingkupan tersebut. Menurut Koenig (dalam
Soemardjan & Soemardi, 1964), bahwa cara-cara atau metode sosiologi
secara umum ada 2, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Sebelum
membahas metode yang tersebut, metode sendiri mengandung cirri-ciri
pokok yaitu:
a. ada permasalahan
b. hipotesis (kesimpulannya bersifat sementara)
c. ada usulan mengenai cara kerja atau cara penyelesaian
Dari
cirri-ciri tersebut tidak semua metode sama dalam hal pengembangan
teknik terssendiri yang dianggap sesuai dengan objek kajian atau objek
yan dipelajari (Ulum, 2009: 17). Mengenai metode ilmiah dalam penelitian
sosiologi selalu diawali dengan mengidentifikasi masalah, merumuskan
masalah, menentukan ruang lingkup penelitian, kemudian merumuskan
hipotesis-hipotesis yang relevan dengan masalah yang diajukan. Hal itu
diutamakan sebab peneliti diharapkan mampu mengumpulkan data untuk
mengidentifikasikan bukti kebenaran atau ketidakbenaran yang diajukan.
Dalam hal ini peneliti dituntut mengetahui data dan memilih metode yang
paling tepat dan bermanfaat bagi pengumpulan data baik berupa angka
ataupun tidak. Dari pemaparan tersebut, metode kualitatif dan
kuantitatif adalah metode dasar dalam metode sosiologi.
1. Kualitatif
Adalah
metode yang lebih mengutamakan cara kerja dan penjabaran hasil
penelitian berdasar penilaian terhadap data-data yang diperoleh. Atau
dapat dikatakan metode yang mengutamakan bahan yang sukar diukur dengan
angka atau ukuran-ukuran lain secara eksak. Penjelasan lebih lanjut juga
dikemukakan oleh Darul Ulum (2009,18), diterangkan soal pengertian
metode kualitatif. Metode ini dibagi menjadi dua, yaitu metode historis,
komparatif, dan studi kasus.
a. Metode Historis
Adalah cara penelitian yang analisa datanya berdasarkan pada peristiwa-peristiwa masa lampau untuk mengetahui kejadian sekarang.
b. Metode Komparatif
Adalah
salah satu metode kualitatif yang cara penelitiannya membandingkan
antara kondisi antar masayarakat untuk mengetahui perbedaan dan
persamaan sebab-sebab terjadinya kondisi masyarakat tersebut. Dengan
demikian, peneliti diharapakan akan dapat memperoleh petunjuk melalui
faktir-faktor penyebab kejadian dan perilaku masyarakat baik masa lampau
maupun sekarang.
c. Studi Kasus
Adalah
cara penelitian yang memusatkan perhatian pada fenomena-fenomena sosial
umum yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, dalam metode ini peneliti
akan menelaah kasu-kasus tertentu dalam keadaan masyarakat, pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara yang menggunakan daftar pertanyaan atau
dengan pengamatan partisipan. Peneliti ini diperkenankan memberikan
sugesti atau pengaruh terhadap pola-pola kehidupan masyarakat yang
diteliti.
2. Metode Kuantitatif
Metode
ini lebih mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka
sehingga gejala yang ditelitidapat diukur dengan skala-skala, indeks,
table, formula-formula yang semuanya itu dengan sedikit banyak harus
menggunakan ilmu pasti yang cenderung menggunakan uji statistic. Berikut
ini teknik statistic yang umumnya digunakan dalam penelitian sosiologi:
a. Rata-rata (digunakan menggmbarkan suatu grup atau kategories).
b. Pengukuran
variabelitas (menggunakan populasi untuk mendapatkan suatu kesimpulan,
jika variasi dalam populasi rendah maka ada kecenderungan untuk
mengambil kesimpulan semakin mudah).
c. Korelasi (menguji hubungan dua variable).
d. Sosiometrik
(metode yang sering digunakan apabila terdapat interaksi dalam suatu
kelompok, contoh memilah hewan yang disukai atau mempengaruhi dominasi
dan komunikasi antar individu dan kelompok). Ada tiga bentuk teknik
sosiometrik:
1. Matrik Sosiometrik (analisis keeratan hubungan).
2. Sosiogram (pilihan individu ke individu lain)
3. Indeks sosiometrik (menunjukkan cirri-ciri individu)
e. Metode induktif (berdasar pola pikir)
f. Metode deduktif
g. Metode empris
h. Metode rasionalisasi
Dalam Supardan (2011: 91-93), metode-metode yang banyak digunakan oleh ahli sosiologi dalam penelitiannya sebagai berikut.
1. Metode Deskriptif
Sering
disebut bagian metode empiris yang menekankan pada kajian masa kini.
Metode diskriptif ini adalah suatu metode yang berupaya untuk mengungkap
pengerjaan atau pelacakan pengetahuan.
2. Metode Eksplanatori
Metode
ini merupakan bagian metode empiris. Oleh karena itu, metode ini
bersifat menjelaskan atas jawaban dari pertanyaan “mengapa” dan
“bagaimana”.
3. Metode Historis Komparatif
Metode
ini menekankan pada analisis atas peristiwa-peristiwa masa silam untuk
merumuskan prinsip-prinsip umum, yang kemudian digabungkan dengan metode
komparatif, dengan menitikberatkan pada perbandingan antara berbagai
masyarakat beserta bidangnya untuk memperoleh perbedaan dan persamaan,
serta sebab-sebabnya.
4. Metode Fungsionalisme
Metode ini bertujuan untuk meneliti fungsi-fungsi lembaga kemasyarakatan dan struktur social dalam masyarakat.
5. Metode Studi Kasus
Metode
studi kasus merupakan suatu penyelidikan mendalam dari suatu individu,
kelompok, atau institusi untuk menemukan variable itu, dan hubungannya
di antara variable mempengaruhi status atau perilaku yang saat itu
menjadi pokok kajian (Fraenkel dan Wallen, 1993: 548).
6. Metode Survei
Penelitian
survey adalah salah satu bentuk dari penelitian yang umum dalam
ilmu-ilmu social. Suatu usaha untuk memperoleh data dari anggota
populasi yang relative besar untuk menentukan keadaan, karakteristik,
pendapat, dan populasi sekarang yang berkenaan dengan suatu variable
atau lebih (Fraenkel dan Wallen, 1993: 557).
Sosiologi
melakukan pengujian empiris baik terhadap strategi teoritis dan maupun
terhadap teori. Sebuah strategi teoritis dikatakan baik hanya sejauh ia
melahirkan teori-teori spesifik yang ditegakkan atas pengujian empiris
yang cermat. Kita dapat sangat yakin kepada sebuah strategi teoritis
yang telah melahirkan dan terus akan melahirkan banyak teori yang kukuh.
Sebaliknya, strategi teoritis yang hanya didukung teori-teori yang
tidak begitu kukuh dan banyak di antara yang tidak berlaku dinilai tidak
kuat. Strategi teoritis semacam ini tidak cukup meyakinkan dan tidak
banyak membantu dalam teoritisasi dan penelitian lebih lanjut. Penting
dicatat, semua strategi teoritis memuat paling tidak beberapa teori yang
ditolak sebagai sebuah kesalahan, tetapi penolakan ini terhadap satu
teori bukan merupakan dasar yang cukup untuk menolak sebuah strategi
teoritis secara keseluruhan. Sejauh sebuah strategi teoritis didukung
oleh banyak teori yang kukuh maka memeganginya dapat dibenarkan, tanpa
mempersoalkan fakta bahwa sebagian teorinya tidak dapat diterima.
3. ILMU BANTU DALAM SOSIOLOGI
Dalam
kajian sosiologi memerlukan banyak ilmu bantu yang dapat menopang
kelancaran dan kedalaman kajian sosiologi tersebut. Beberapa ilmu bantu
yang sering digunakan dalam sosiologi seperti statistic, psikologi,
etnologi, arkeologi, dan antropologi. Di samping ilmu-ilmu social
lainnya, seperti sejarah, ekonomi, politik, hukum, maupun geografi.
1. Statistic
Statistic
sangat diperlukan dalam sosiologi terutama dalam
perhitungan-perhitungan yang menyangkut pendekatan kuantitatif agar
hasil-hasil penelitiannya lebih valid, akurat, dan terukur.
2. Psikologi
Psikologi
pun sangat diperlukan dalam kajian sosiologi karena dalam psikologi
dapat diperoleh keterangan, baik latar belakang seseorang berperilaku
maupun proses-proses mental yang diperlukan keterangan-keterangannya.
3. Etnologi
Etnologi
adalah ilmu tentang adat istiadat suatu bangsa. Ilmu tersebut sangat
diperlukan dalam sosiologi karena menyangkut tradisi-tradisi yang
berkembang pada bangsa tersebut.
4. Arkeologi
Arkeologi
adalah ilmu tentang peninggalan ataupun kebudayaan klasik dari suatu
bangsa yang telah silam. Peninggalan dan kebudayaan klasik itu penting
karena kebudayaan tua sekalipun pada hakikatnya adalah hasil usaha
bersama dari suatu masyarakat yang ditelitinya.
5. Antropologi
Pada
mulanya antropologi banyak mempelajari tentang hidup bersama sebagai
manusia. Maksud dari hasil penelitian bidang antropologi adalah untuk
memahami tentang beberapa keunikan secara ideografis serta memberikan
pengertian yang mendalam mengenai masyarakat modern yang lebih luas dan
komplek.
4. TUJUAN ATAU KEGUNAAN SOSIOLOGI
Sudah
tentu sosiologi juga mempunyai kegunaan bagi bidang-bidang lainnya
seperti umpamanya bagi bidang pemerintahan, pendidikan, industry dan
lain sebagainya (Soekanta, 1986: 275).
1. Sosiologi
perlu untuk mempelajari problema-problema social, oleh karena
problema-problema tersebut merupakan aspek-aspek dari tata kelakuan
social.
2. Sebagai pemecahan terhadap problem-problema social.
Berbagai
usaha telah dilakukan oleh manusia untuk mengatasi problem-problem
sosial, berbagai analisa dan metode telah diterapkan, akan tetapi tanpa
hasil-hasil yang memuaskan dewasa init elah ditemukan cara-cara analisa
yang lebih efektif walaupun metode-metode lama yang belum dapat
dihilangkan begitu saja dan ini disebabkan karena ilmu pengetahuan
kemasyarakatan pada umumnya belum sampai untuk menetapkan secara mutlak
dan pasti apa yang merupakan problema sosial yang pokok. Akhirnya perlu
dicatat bahwa pasti ada reaksi terhadap metode-metode yang baru oleh
karena problema sosial menyangkut nilai-nilai dan perasaan-perasaan
sosial. Meskipun banyak kekurangan-kekurangan dalam penelitian terhadap
problema-problema sosial, metode-metode tersebut terus mengalami
perkembangan dalam hal penelitian. Metode yang di gunakan adalah yang
bersifat prefentif dan represif untuk meniadakan
kepincangan-kepincangan dalam Masyarakat. Metode yang preventif jelas
lebih sulit dilaksanakan, oleh karena harus di dasarkan pada penelitian
yang mendalam terhadap sebab-sebab terjadinya problema-problema sosial.
Metode represiff lebih banyak di pergunakan, artinya setelah suatu
gejala dapat di pastikan sebagai problema sosial, maka baru di ambil
tindakan-tindakan untuk mengatasinya. Didalam mengatasi
problema-problema sosial tidaklah semata-mata mengandung aspek
sosiologis, tetapi juga aspek-aspek lainnya, sehingga diperlukan suatu
kerjasama antara ilmu pengetahuan kemasyarakatan pada khususnya untuk
memecahkan problema-problema sosial yang di hadapi.
Adapun beberapa problema sosial tersebut jika dlihat fokus kajianya secara makro dapat dibedakan berdasarkan bidang-bidang keilmuannya:
a. Sebagai contoh, problema yang berasal dari faktor ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran.
b.
Problema sosial yang disebabkan oleh faktor kesehatan, misalnya
terjangkitnya penyakit menular, rendahnya angka harapan hidup, serta
tingginya angka kematian.
c. Problema sosial yang di sebabkan oleh faktor psikologis misalnya meningkatnya fenomena neurosis(sakit saraf).
d.
Problema sosial yang disebabakan oleh faktor politik, misalnya
tersumbatnya aspirasi politik masa, meningkatnya system pemerintahan
yang otoriter, ataupun tidak berfungsinya lembaga-lembaga tinggi Negara
(legislatif, eksekutif, dan yudikatif).
e. Problema
sosial yang disebabkan oleh faktor hukum, misalnya meningkatnya angka
kejahatan, korupsi, perkelahian, perkosaaan, kenakalan remaja dan bentuk
kriminalitas lainya.
3. Menelaah
fenomena-fenomena yang ada di masyarakat, seperti norma-norma, kelompok
sosial, stratifikasi sosial dalam masyarakat, lembaga emasyarakatan,
proses sosial, perubahan sosial, kebudayaan dan lain sebaainya.
4. Untuk
dapat mengetahui fenomena abnormal yang terjadi secara patologis , yang
dapat disebabkan oleh tidak berfungsinya unsure-unsur yang ada pada
masyarakat tersebut.
5. Sosiologi sebagai perencanaan sosial (sosial planning)
Menurut
sosiologi suatu perencanaan sosial haus didasarkan pada suatu
pengertian yang mendalam tentang bagaimana kebudayaan yang kompleks
berkembang dari taraf yang rendah ke taraf yang modern dan kompleks
dimana dikenal industry, peradaban kota dan selanjutnya. Selain itu
harus pula ada pengertian terhadap hubungan manusia dengan alam sekitar,
hubungan antara golongan-golongan dalam masyarakat dan pengaruh
penemuan-penemuan baru terhadap masyarakat dan kebudayaan. Suatu
perencanaan sosial haruslah didasarkan pada spekulasi atau
percobaan-percobaan pada keadaan yang sempurna. Perencenaan sosial dari
sudut sosiologi merupakan alat untuk mendapatkan perkembangan sosial,
yaitu dengan jalan menguasai serta memanfaatkan kekuatan alam dan sosial
serta menciptakan tata tertib sosial. Perencanaan sosial bertujuan
untuk menghilangkan atau membatasi keterbelakangan unsure-unsur
kebudayaan materil atau teknologi. Penyalahgunaan sumber-sumber alam,
demoralisasi kehidupan keluarga, peningkatan angka kejahatan, depresi
merupakan akibat dari keterbelakangan tadi.
6. Sedangkan
Dari sisi fokus kajian mikro, sosiologi juga befungsi dalam memberikan
informasi untuk mengatasi permasalahan keluarga, seperti disorganisasi
keluarga yang menurut pengertian Goode (1963:391), yaitu sebagai
perpecahan dalam keluarga sebagai suatu unit. Perpecahan tersebut
disebabkan adanya kegagaglan anggota keluarganya dalam memenuhi
kebutuhan dan kewjiban yang sesuai dengan peran sosialnya.
Dalam
perkembangannya, sosiologi seingkali dijadikan landasan teori oleh
suatu ahli. Contohnya dalam hal pendidikan. Ada empat teori utama
tentang sistem pendidikan yang telah dikembangkan oleh para sosiolog.
Teori-teori itu adalah teori fungsionalis, teori aliran Karl Marx, teori
inflasi diploma, dan teori pendidikan sebagai pembangunan bangsa.
Dimensi-dimensi utama dari teori-teori tersebut dibicarakan dan
dievaluasi secara kritis pada uraian terdahulu.
Ada
tiga tipe sistem pendidikan yang utama yang dijumpai dalam masyarakat
dunia. Fungsi-fungsi pendidikan ketrampilan- praktis adalah untuk secara
sosial mengalihkan pengetahuan dan ketrampilan yang berguna kepada
anggota generasi muda. Sistem-sistem pendidikan kelompok-kelompok status
berfungsi untuk member arti kepada status sosial kelompok-kelompok
peringkat atas. Sistem-sistem itu pada umumnya sangat tidak praktis dan
diabdikan untuk memindahkan dan membahas kumpulan pengetahuan esotirik.
Sistem-sistem pendidikan birokrasi terutama berfungsi untuk merekrut
personil untuk pekerjaan. Sistem-sistem itu member penekanan persyaratan
kehadiran, kelas, dan diploma (Sanderson, 1993: 511).
5. HUBUNGAN SOSIOLOGI DENGAN ILMU LAIN
Sosiolologi
merupakan ilmu yang mempelajari tentang manusia dan kelompoknya. Oleh
karena itu, sosiologi mengkaji hubungan saling tindakan di dalam dan di
antara kelompok manusia.(Roucek,J,S.&Warren,R,L.1984:3). Setiap ilmu
mempunyai saling keterkaitan dengan ilmu-ilmu lain, tidak terkecuali
dengan sosiologi yang merupakan sebagai ilmu, keterkaitan ilmu sosiologi
dengan ilmu lain sangatlah banyak, dalam hal ini yang akan di bahas
adalah keterkaitan ilmu sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial, antara lain:
1. Hubungan Sosiologi dengan Ilmu Sejarah
Kedua
ilmu ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu sosial, yang membahas
tentang peristiwa-peristiwa di antara manusia, dan di sekitarnya.
sejarah membahas tentang peristiwa-peristiwa yang dilakukan oleh manusia
di masa lampau, kejadian-kejadian yang dilakukan oleh manusia itu
sendiri. Sedangkan sosiologi membahas tentang kejadian-kejadian dan
peristiwa-peristiwa dengan pandangan yang berbeda, sosiologi juga
mengkaji tentang kelompok-kelompok manusia yang melakukan suatu hubungan
dan melakukan interaksi sosial, serta tindakan di dalam dan di luar
kelompok itu sendiri. Kajian sejarah dan sosiologi mempunyai kesamaan
yaitu sama-sama membahas tentang manusia, namun dalam ruang dan waktu
yang berbeda.
2. Hubungan Sosiologi dengan Ilmu Ekonomi
Ekonomi
merupakan ilmu yang membahas tentang fenomena-fenomena yang terjadi
pada sumber daya manusia, pada hakikatnya ekonomi membahas tentang
upaya-upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Misalnya
bagaiman manusia itu dapat mencukupi kebutuhannya dalam hal ekonomi,
ekonomi hanya membahas tentang usaha-usaha masyarakat untuk menaikkan
produksi bahan agar dapat mencukupi kebutuhan masyarakat itu sendiri,
sedangkan sosiologi membahas tentang masyarakat secara keseluruhan.
3. Hubungan Sosiologi dengan Ilmu Politik
Politik
merupakan ilmu yang menyelidiki tentang pemerintahan dan menjelaskan
tentang kompleksitas pemerintahan. Ilmu politik mempelajari suatu segi
khusus dalam masyarakat yang mengenai soal
kekuasaan(S.Soekanto.1982:16). Ada yang menganggap politik sebagai seni
dan bukan sebagai ilmu, hal ini disebabkan politik diartikan sebagai
pembinaan sebuah kekuasaan negara. Sosiologi memusatkan pada segi-segi
masyarakat yang bersifat umum dan mencari pola-pola umum yang terdapat
pada suatu tindakan masyarakat.
4. Hubungan Sosiologi dengan Ilmu Hukum
llmu
hukum merupakn ilmu yang mengkhususkan untuk mempelajari tentng
peraturan-peraturan yang terdapat pada suatu negara, serta mempelajari
tentang perubahan-perubahan pola-pola hukum di suatu negara. Sedangkan
sosiologi mempelajari tentang
suatu norma-norma sosial serta nilai-nilai sosial yang ada pada hubungan
manusia dan masyarakat. Sosiologi juga mempelajari tentang sikap-sikap
penyimpangna manusia yang tentu mengganggu jalannya operasi hukum di
dalam suatu masyarakat maupun di negara itu.
5. Hubungan Sosiologi dengan Psikologi
Psiko
adalah jiwa, logi merupakan ilmu, jadi psikologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang jiwa. Ilmu yang menjadikan prilaku manusia sebagai
obyek dari kajian ilmunya mengkhususkan manusia sebagai individu perlu
diteliti dari segi jiwanya, meneliti tentang bagaimana individu itu
berfikir dan bertindak, sebaliknya sosiologi tidak menyelidiki individu
secara umum, dengan kata lain sosiologi tidak meneliti individu secara
spesifik, hanya meneliti tentang tindakan-tindakan umum seorang manusia,
dan anggotanya serta masyarakat tempat seorang manusia itu tinggal.
6. Sosiologi dengan Antropologi
Di
perguruan tinggi dan lembaga-lembaga ilmiah sosiologi dan antropologi
merupakan dua spesialisasi yang sering sekali digabungkan dalam satu
bagian (S.Soekanto.1982:17). Ada yang menyatakan bahwa sosilogi lebih
memusatkan perhatiannya pada kehidupan masyarakat modern dan kompleks,
sedangkan antropologi lebih memusatkan perhatiannya pada masyarakat yang
masih sederhana atau masyarakat yang primitive, serta kebudayaan yang
di hasilkan suatu masyarakat tersebut. Kedua ilmu ini sangat berhubungan
terutama sebagai perbandingan sejauh mana perubahan yang ada pada
kebudyaan maupun kehidupan suatu msyarakat.
6. OBJEKTIVITAS SOSIOLOGI
Pada
umumya, para ahli sosiologi menerima objektivitas ilmiah sebagai suatu
yang ideal, tetapi ini disadari oleh berbagai kesulitan untuk mencapai
objektivitas yang seperti itu dalam disiplin ilmu social. Bagaimanapun,
mereka sepertinya tidak merasakan penyimpangan penelitian seperti itu
untuk mencegah sosiologi dari suatu ilmu pengetahuan. Menurut Faris
(dalam Supardan, 2011: 131), … the
fact that all men have values does not mean that prejudice bears on
every possible issue, and it does not have to render impossible a value
free-science. Sarjana sosiologi lebih banyak yang optimis tentang
suatu disiplin ilmu sosiologi yang bebas nilai disbanding Faris, tetapi
sarjana sosiologi banyak yang menyadari bahwa sering terjadi
penyimpangan dan mereka mencoba untuk memperkecil efeknya atas riset
mereka. Fichter (dalam Supardan, 2011: 132) menyimpulkan sebagai
berikut.
The
sociologist, as scientist, tries sincerely to avoid moral judgements
about the cultures and societies that the studies … . Probably no
sociologist can entirely purify his lectures and writings from the
values that the personally holds… even the secular scientist, which
every sociologist must be, cannot divorce himself completely from the
culture in which he is himself involved. His own personal values in some
day reflect the social values of the culture in which he has been
socialized.
Hal
itu bukanlah hal mudah untuk dipahami oleh siswa, bahkan mahasiswa
tingkat pemula. Meskipun demikian, para ahli sosiologi dengan penuh
dengan optimis tentang bagaimana norma-norma dan nilai-nilai masyarakat membentuk
pamdangan dunia perorangan itu akhirnya dapat dipahami oleh pembelajar.
Bagaimanapun, penerimaan terhadap fakta ini tidak mencegah mereka dari
bekerja keras untuk membentuk sosiologi sebagai suatu disiplin ilmu yang
seobjektif mungkin.
Tepat
kiranya apa yang dikatakan Horton dan Hunt (dalam Supardan, 2011: 132)
bahwa dengan kata lain objektivitas berarti kesanggupan melihat dan
menerima fakta sebagaimana adanya., bukan sebagaimana diharapkan
terjadi. Sebenarnya dapat dikatakan mudah pula untuk bersikap objektif
dalam melakukan penelitian yang objektif bila kita memiliki preferensi
ataupun nilai-nilai yang melekat dengan kokoh. Dengan kata lain, cukup
mudah untuk bersikap objektif ketika mengamati sepasang ulat yang
melakukan reproduksi, tetapi tidak begitu mudah melihat “adegan panas”
dalam film layar lebar tanpa terpengaruh. Atas segala hal dimana kita
terlibat emosi, kepercayaan, keinginan, kebiasaan, dan nilai-nilai, kita
cenderung hanya melihat hal-hal yang bersesuaian dengan kebutuhan
emosional dan nilai-nilai yang melekat pada kita.
Bersikap
objektif merupakan hal yang utama jika bukan pertama dalam keharusan
ilmiah. Tidaklah cukup dengan bersedia mengetahui sesuatu sebagaimana
adnya. Kita harus mengetahui dan waspada terhadap
penyimpangan-penyimpangan yang mungkin kita lakukan. Secara sederhana
penyimpangan adalah suatu kecenderungan, biasanya secara tidak sadar,
melihat fakta dalam suatu arah tertentu karena pengaruh kebiasaan,
harapan, kepentingan, dan nilai-nilai seseorang. Ambillah suatu contoh
tentang “unjuk rasa tentang perdamaian”. Jika dilihat oleh suatu
kelompok tertentu maka akan mungkin dinilai sebagai sikap dan tindakan
berani untuk menyelamatkan dunia dari pertikaian maupun perang. Namun,
jika dilihat oleh kelompok lain, dapat berbeda penafsirannya. Mereka
dianggap sebagai tindakan yang tidak terkendali dan bersifat retoris
dengan omong kosong yang utopis. Banyak hasil-hasil eksperimen
menunjukkan bahwa kebanyakan orang-orang dalam suatu situasi social
hanya mau melihat dan mendengar apa yang mereka harapkan. Bila yang kita
inginkan tidak tercapai maka kita akan ngotot dan mencoba melihatnya
dengan cara lain. Secara dramatis, hal itu telah ditunjukkan dalam suatu
eksperimen Allport dan Postman (1947) sebagai berikut.
… yang
memperlihatkan kepada para pengamat suatu gambar seorang kulit putih
yang berpakaian buruk yang sedang memegang pisau cukur terbuka sedang
bertengkar sengit dengan seorang kulit hitam yang berpakaian rapih
dengan sikap meminta maaf dan bersahabat, kemudian para pengamat diminta
untuk menggambarkan adegan tersebut. Beberapa di antara mereka melihat
pisau cukur berada di tangan orang kulit hitam karena menurut mereka
seharusnyalah demikian. Pengamat lainnya memandang adegan tersebut
dengan benar, tetapi dalam meneruskan gambaran tentang adegan tersebut
(A menggambarkan kepada B, B kepada C, dan seterusnya), pisau cukur
tersebut akhirnya menjadi berada di tangan orang berkulit hitam karena
sesuai dengan keinginan mereka, itulah yang “pantas”. Sekalipun secara
emosional mereka tidak terlibat dalam situasi tersebut, memiliki waktu
yang cukup untuk mempelajarinya, dan dengan sadar berusaha untuk melihat
dan mendengar dengan cermat, namun penyimpangan secara tak sadar dari
para pengamat masih mengendalikan kebanyakan dari mereka untuk melihat
atau mendengar fakta yang sebenarnya tidak ada ataupun tidak terjadi
demikian (Horton dan Hunt, dalam Supardan, 2011: 133).
Dengan
demikian, beberapa bahaya umum terhadap objektivitas adalah kepentingan
pribadi, kedapatan, dan penyimpangan. Sebab bagi seorang pengamat
objektivitas tidaklah dating sedemikian mudah, namun hal tersebut dapat
dipelajari. Kita akan dapat lebih objektif apabila kita semakin waspada
terhadap preferensi-preferensi pribadi kita untuk kemudian
menyingkirkannya. Melalui latihan yang tepat dalam metodologi, studi
ilmiah di atas kebanyakan eksperimen, serta mencatat penggunaan
contoh-contoh penggunaan data, baik secara objektif maupun objektif,
seorang pengamat mungkin akhirnya dapat mengembangkan kemampuannya untuk
menembus berbagai lapisan penipuan diri dan memandang fakta dengan
objektivitas ilmiah pada tingkat yang lebih tinggi. Para ilmuan memiliki
juga sekutu yamg kuat, yaitu kritik dari rekan sejawat. Ilmuan
menerbitkan hasil penelitiannya sehingga dengan demikian karya mereka
dapat diperiksa oleh sejawat ilmuan laiinnya. Berkat proses penerbitan
dan dan kritik tersebut, karya yang bermutu rendah akan segera terlihat
dan para ilmuan yang membiarkan preferensinya mengatur penggunaan data
akan mendapat kritik tajam.
7. KONSEP-KONSEP SOSIOLOGI
Konsep-konsep dasar sosiologi
sering digambarkan oleh peneliti dengan cara-cara yang berbeda-beda.
Para ahli kebanyakan memperihatkan permasalahan dalam definisi ilmu
sosiologi. Menurut Herbert blumer, berpendapat
bahwa konsep-konsep yang menjadi kunci dalam sosiologi adalah
samar-samar, ambigu, dan tidak tentu. (Quated dalam Gitter dan manheim,
1947:2)
Sebaliknya, Horonton dan Hunt (1991:48-49) berpendapat bahwa konsep-konsep sosiologi memiliki dua manfaat:
1.konsep yang diutarakan dengan teliti untuk melangsungkan suatu diskusi ilmiah.
2. perumusan konsep menyebabkan ilmu pengetahuan bertambah.
Konsep-konsep
sosiologi, seperti masyarakat, peran, konflik sosial, lembaga sosial,
kebiasaan, dan norma jarang didefinisikan secara serupa atau sama.
Konsep-konsep pokok dalam sosiologi menytakan bahwa sosiologi yang
prespektif itu dapat membeikan suatu kontribusi substansial untuk
membantu penguasaan dasar siswa dalam memecahkan masalah osial dan
memuat keputusan tentang isu sosial.
Adapun
konsep-konsep yang terdapat dalam sosilogi tersebut mencakup
masyarakat, peran, norma, sanksi, interaksi sosial, konflik sosial,
perubahan sosial, permasalahan sisal, penyimpangan globalisasi,
patronase, kelompok, patriaki, dan hieraki.
1. Masyarakat
Masyarakat
adalah golongan besar atau kcil yang terdiri daibeberapa manusia yang
dengan atau karena sendirinya berhubungan secara golongan dan merupakan
system sosial yang saling empengarhi satu sama lain.
Ketergantungan,interaksi sosial, ataupun konflik-konflik sosial yang
terjai di masyarakat merupakan penerapan konsep-konsep ilmu sosiologi.
2. Peran
Peran adalah suatu keteraturan perilaku yang diharapkan dari individu. Setiap hari individu atau
hamper semua orang harus berfungsi dalam banyak peran yang bebeda.
Peran yang dijalani oleh individu dapat menyebabkan konflik, disinilah
pean ilmu sosiologi dapat berkembang.
Dilihat dari jenisnya, menurut linton (Horton dan unt, 1991:122) peran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pean yang dapat ditentukan atau diberiakan (ascribed) dan peran yang diperjuangkan. Peran yang di tentuakn artinya peran-peran yang bukan hasil dari prestasinyaatau bakat usahanya.
3. Norma
Suatu
norma adalah suatu kode atau standart yang memadu perilaku masyarakat.
Norma-norma tersebut mengajarkan kepada kita agar perilaku ita benar,
layak dan pantas.Secara umum, menurut Cialdini (2000:709) bentuk norma
terdiri dari dua bentuk dasar. Yang pertama menujuk pada perbuatan yang
bersifat umum aatau biasa. Norma yang semacam itu disebut norma
deskriptif karena penggambaran apa yang dilakukan kebanyakan orang.
Norma yang kedua adalah norma yang menunjuk pada harapan-harapan bersama
pada suatu masyarakat, organisasi, atau kelompok mengenai perbuatan
yang diharapkan serta aturan-aturan moral yang diharapkan.
4. Sanksi
Sanksi adalah suatu rangsangan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan (soekanto, 1993;446). Endaat
lain yaitu sanksi merupakan upaya dengan suatu suatu konsekuensi yang
diduga dapat menguangi atau menurunkan kemungkinan untuk melakukan
perbuatan melanggar untuk masa yang akan datang.
5. Interaksi Sosial
Interaksi
sosial adalah proses sosial yang menyagkut hubungan timbale balik,
antar pribadi dengan kelompok (Poponoe, 1983:04:Soekanto,1993:247).
Menurut Soekanto (1986:52-53) berlangsungnya proses interaksi sosial
didasarkan oleh empat faktor , anatara lain imitasi, sugesti,
identifikasi dan simpati.
Faktor
Imitsi, dalam sisi positif imitasi dapat mendorong manusia untuk
mematuhi kaidah-kaidah atau norma-norma. Sedangkan dalam sisi negative,
imitasi dat meniru model-model tindakan-tindakan menyimpang.
(Bandura,1973)
Faktor
sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandanganatau
siakap tertentu yang diterima tanpa sikap keritis karena adanya hambatan
emosional yang kurang rasional.
Faktor identifikasi merupakan kecenderungan keinginan-keinginan dalam dirinya unnnuk menjadi sama dengan orang lain.
Faktor simpati adalah proses seseorang merasa tertarik dengan orang lain.
6. Konflik sosial
Konflik sosial adalah petentangan sosial yang bertujuan untuk menguasai atau menghancurkan pihak lain. Konflik sosial data
berupa kegiatan kelompok yang menghalangi atau menghancurkan kelompok
lain. Konflik sosial merupakan bentuk interaksi sosial , integrasi
sosial dan memiliki daya untuk mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat
dan kepentingan dan yang lain ke konflik sosial.
7. Perubahan Sosial
Perubahan
sosial mengacu pada ariasi hubungan antar individu, kelompok,
organisasi, kultur, dan masyarkat pada waktu tetentu(Rizer,1987:560).
Perubahan sosial adalh modifikasi atau transformasi pada individu,
kelompok, masyarakat, lembaga-lembaga sosial yang mempengaruhi sistem
sosialnya.
Konsep
perubahan sosial sangat pelu untuk peserta didik agar meeka memahami
bahwa masyarakat senantiasa berubah ditinkat kompleksias inernal dan
eksternanya.. Ditingkat mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku
individual. Sedangkan di tingkat akro terjadi perubahan politik, ekonomi
dan kultur yang ber sekala internasional. (Sztompka,2004:65)
8. Permasalahan Sosial
Istialh
permasalahan sosial merujuk pada suatu kondisi yang tidak diinginkan,
tidak adil, berbahaya, dan mengancam kehidupan masyarakat. Dalam
pndekatanya, perubahan sosial dapat di bedakan menjadi dua, yakni:
pendekatan realis dan pendekatan konstruksionalisme.
9. Penyimpangan Sosial
Stilah penyimpangan aau deviance sebenarnya
dalam sosiologi telah ada sejak awal kelahiran ilmu tersebut. Dalam
sosiologi, istilah penyimpangan selalu tidak jelas bagi sosiolog. Oleh
karena itu, setiap sosiolog memiliki pemahaman tersendiri.
10. Globalisasi
Globalisasi
meujuk pada implikasi tidak hanya padda jarak nasionla, regional,
maupun teritoial tetapi internasonal. Globalisasi dapat terjadi karena
berdirinya jaringan-jaringan informasi dari komunikasi global.
Globalisasi dapat dianalisis secara cultural, eknomi, dan politik, dalam
masing-masning kasusnya terdaat perbedaan.
11. Patronase
Istilah
ini mengarah pada birokasi yang dikenal dengan birokasi patrimonial.
Birokasi ini serupa dengan lembaga perkawulan yakni antara juragan dan
klien. Atau istilah ini mengarah pada jabatan di suatu masyarakat.
12. Kelompok
Konsep
kelompok secara umum didefinisikan seagai kumpulan orang yang disatukan
oleh suatu perinsip dengan pola rekuitmen hak dan kewajiban tetentu.
Konsep ini angat doiminan dala kajian sosiologi karena dalam kajian
kelompok tesebut dipahami berbagai interaksi yang bersifat kebiasaan,
melembaga atau bertahan dalam waktu yang relatif lama.
Menurut
Holy (2000:421) terdapat beberapa jenis kelompok. Yang pertam ialah
ategori sosial, lalu Kelomok sosial yang terbagi atas kelompok sekunde
dan kelmpok rimer. Disamping itu adapula kelompok khusus.
13. Patriarki
Secara
harifah patriaki berarti aturan dari pihak ayah. Patriarki merupakan
suatu tahap dasar dan unit universal dalam masyarakat, yang sejak awal
bersifat sosial.
14. Hierarki
Hierarki
merujuk kepada sutatu jenjang, tanatanan, peringat kekuatan, prestise,
atau otoritas. Ditinjsu dari historisnya, secara umum konsep hierarki
diserap oleh ilmu-ilmu sosial yang merujuk pada organisasi bertingkat.
Hierarki didefinisikan sebagai jenjang komando yang diterima dari orang
yang jenjangnya yang lebih bawah ke lebih atas secara berurutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar