Senin, 20 Oktober 2014

SOSIOLOGI

SOSIOLOGI

1.      PENGERTIAN SOSIOLOGI
Sosiologi berasal dari bahasa latin socius yang mempunyai arti kawan atau teman, dan logos yang berarti ilmu pengetahuan/pikiran. Jadi, dilihat dari akar katanya sosiologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pergaulan hidup socius dengan socius atau teman dengan teman, yaitu hubungan antara seorang dengan seorang, perseorangan dengan golongan, atau golongan dengan golongan (Ahmadi, 1984: 7). Karena pergaulan hidup manusia disebut juga masyarakat maka sosiologi diartikan juga sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat manusia dan tingkah laku manusia di beberapa kelompok yang membentuk masyarakat (Kornblum, 1988: 5). Selain dua definisi di atas masih banyak terdapat definisi lainnya, dimana definisi-definisi tersebut mempunyai beberapa perbedaan dalam penjabarannya. Walaupun demikian dari sekian definisi tersebut masih bias kita tarik benang merah sehingga bisa kita temukan pokok pikiran yang sama, yaitu bahwa sosiologi itu adalah 1) merupakan hidup bermasyarakat dalam arti yang luas, 2) perkembangan masyarakat di dalam segala aspeknya, dan 3) hubungan antarmanusia dengan manusia lainnya dalam segala aspeknya. Dari rumusan ini paling tidak kita bisa menemukan adanya dua unsur pokok dari sosiologi, yaitu 1) adanya manusia, dan 2) adanya hubungan di dalam suatu wadah hubungan yang disebut dengan masyarakat (Ahmadi, 1984: 10).
Pengertian sosioligi menurut beberapa ahli.
1.       Piritim Sorokin, mengatakan bahwa sosioligi adalah suatu ilmu yang mempelajari:
a.       Hubungan dan pengaruh timbale balik antara aneka macam gejala social (misalnya antara gejala ekonomi dan gejala keluarga, keluarga dengan moral, hukum dngan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik ).
b.      Hubungan dan pengaruh timbale balik antara gejala social dengan gejala-gejala non social (contoh gejala geografis, biologis, dsb).
2.      Roucek dan Waren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
3.      William Ogburn dan Meyer F. Nimkoff (1959: 12-13) berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi social dan hasilnya, yaitu organisasi social.
4.      J. A.A. van Doom dan C.J. Lammers (1964: 24) mengemukakan bahwa sosiologi ilmu tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
5.      David Popenoe (1983: 107-108) berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu tentang interaksi manusia dalam masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
6.      Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (1982: 14) menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu tentang struktur social dan proses-proses social, termasuk perubahan-perubahan social. Selanjutnya, menurut mereka bahwa struktur social keseluruhan jalinan antara unsure-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah social (norma-norma social), lembaga social, kelompok-kelompok, serta lapisan social. Sedangkan proses social adalah pengaruh timbale balik antara berbagai seni kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbale balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, kehidupan hukum dengan agama, dan sebagainya.
Auguste Comte dikenal sebagai bapak sosiolog dunia. Tentunya dengan ini, Comte memiliki pengertian sendiri tentang sosiologi. Auguste Comte adalah orang  pertama yang  menggunakan istilah sosiologi., dan membedakan ruang lingkup dan isi sosiologi dan dari ruang lingkup dan isi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Menurut comte ada tiga tahap perkembangan intelektuil yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya, tahap pertama dinamakan tahap teologis atau fiktif yaitu suatu tahap dimana manusia menafsirkan gejala-gejala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan-kekuatan yang dikendalikan oleh dewa-dewa atau Tuhan Yang Maha Esa.
Tahap kedua, yang merupakan perkembangan dari tahap pertama, yaitu tahap metafisik, pada tahap ini manusia menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Pada tahap ini manusia masih, bahwa setiap cita-cita masih terkait pada realitas tertentu tanpa verifikasi.
Tahap ketiga atau tahap terakhir dari perkembangan manusia merupakan tugas daripada ilmu pengetahuan positif yang menghilangkan pemikiran-pemikiran bahwa setiap cita-cita terkait pada suaturealitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam. Ketiga tahap tadi dapat memenuhi fikiran manusia pada saat bersamaan dimana kadang-kadang menimbulkan pertentangan, kemudian pertentangan-pertentangan tersebut seringkali tidak disadari oleh manusia sehingga timbul ketidakserasian. Kemudian penjelasan soal ilmu pengetahuan yang bersifat positif Auguste Comte berpendapat apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan konkrit, tanpa ada halangan dari pertimbangan-pertimbangan lainnya. Serta sampai sejauh mana ilmu tersebut dapat me ngungkapkan kebenaran yang positif.
Hal yang menonjol pada sistematika Comte adalah penilaian terhadap sosiologi yang merupakan ilmu pengetahuan yang komplek dan yang merupakan suatu ilmu pengetahuan yang akan berkembang dengan pesat sekali. Sosiologi merupakan studi positif tentang hukum-hukum dasar dari gejala sosial. Auguste comte kemudian mebedakan antara sosiologi statis dengan sosiologi dinamis (Ritzer, 1973: 86-90). Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar dari adanya masyarakat. Studi ini merupakan semacam anatomi sosial, yang mempelajari aksi-aksi dan reaksi timbal balik dari sistem-sistem sosial. Cita-cita dasar yang menjadi latar belakang dari sosiologi statis adalah semua gejala sosial adalah saling berkaitan, yang berarti bahwa percuma untuk mempelajari salah satu gejala sosial secara tersendiri, unit sosial yang penting bukanlah individu tapi keluarga yang bagian-bagiannya terikat oleh simpati. Sosiologi dinamis sendiri merupakan teori tentang perkembangan, dalam arti pembangunan. Ilmu pemgetahuan ini menggambarkan cara-cara pokok dalam mana perkembangan manusia terjadi, dari tingkat intelegensi yang rendah ke yang lebih tinggi. Maka, dengan dengan demikian, maka dinamika menyangkut masyarakat-masyarakat untuk menunjukkan adanya perkembangan. Comte sebenarnya lebih mementingkan perubahan-perubahan atau perkembangan dalm cita-cita daripada bentuk. Akan tetapi dia tidak menyadri betapa perubahan cita-cita akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan bentuk pula.
  Tokoh-tokoh lain yang mempengaruhi perkembangan sosiologi adalah:
a.       Herbert Spencer
b.      Emile Durkhaem
c.       Max Weber
d.      Charles Horton C.
e.       Pierre Guillaume F. L. P.
f.       Ferdinand Tonnies
g.      Leopul F.
h.      Alferd Vierkandt
i.        Lester Frank Ward
j.        Vilvredo Pareto
k.      Georg Simmel
l.        William Graham Summer
m.    Robert Ezra Park
n.      Karl Mannheim
Pada umumnya, sosiologi berkonsentrasi bukan pada pemecahan masalah, tetapi kemunculan ilmu social ini dimaksudkan untuk membuat manusia sebagai makhluk rasional ikut aktif ambil bagian dalam gerakan sejarah, suatu gerakan yang diyakini memperlihatkan arah dan logika yang belum diungkapkan oleh manusia sebelumnya. Karena itu, sosiologi bisa membuat merasa seperti di rumah sendiri di dunia yang lebih mamapu mengendalikan diri mereka sendiri dan secara kolektif dan tidak langsung kondisi tempat mereka harus beraktivitas. Dengan kata lain, sosiologi diharapkan akan menemukan kecenderungan historis dari penelaahan masyarakat modern dan memodifikasinya. Sosiologi membantu perkembangan dan mengatur proses pemahaman yang mendasar, baik terencana maupun spontan. Sejak dari awal, sosiologi mengasumsikan bahwa tidak semua transformasi modern itu bermanfaat atau diharapkan. Karena itu sosiologi harus member peringatan kepada public di semua lapisan, khususnya di tingkat kebijakan, tentang adanya bahaya yang tersembunyi di balik proses yang tidak terkendali itu. Sosiologi pun harus memberikan jalan keluar untuk mencegah terjadinya proses yang tidak diinginkan tersebut, atau mengusulkan cara untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi.
Para pendiri dan penerus disiplin ilmu yang baru ini setuju dengan pandangan di atas, walaupun mereka mungkin berbeda dalam penafsiran tentang cirri-ciri krusial dan factor-faktor utama dari ternd histories yang harus dipahami. Auguste Comte (1798-1857) mengidentifikasiakan penggerak sejarah dalam kemajuan pengetahuan ilmiah dalam semangat positivisme. Herbert Spencer (1820-1903) membayangkan perjalanan masyarakat menuju tahap industry yang damai, dimana tersedia banyak hasil produksi untuk didistribusikan. Ia meramalkan kemajuan yang berkelanjutan menuju masyarakat yang semakin kompleks, bersamaan dengan bangkitnya otonomi dan diferensiasi individu. Karl Marx (1818-1883) memperkirakan, pada akhirnya muncul control progresif terhadap alam di dalam emansipasi penuh dari masyarakat untuk menghindari kesengsaraan dan perselisihan (konflik) yang akan mengakhiri alienasi produk dari produsennya, serta mengakhiri transformasi produk-produk tersebut menjadi modal yang dipakai untuk memperbudak dan mengambil alih produsen, dan pada akhirnya akan terselesaikan semua bentuk eksploitasi.
Jika ditelaah lebih lanjut,tentang karakteristik sosiologi menurut Soekanto (1986: 17) mencakup hal-hal sebagai berikut.
1.      Sosiologi merupakan bagian dari ilmu social, bukan merupakan bagian pengetahuan alam maupun ilmu kerohanian. Perbedaan tersebut bukan semata-mata perbedaan metode, namun menyangkut perbedaan substansi, yang kegunaannya untuk membedakan ilmu-ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan gejala-gejala alam dengan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan gejala-gejala kemasyarakatan.
2.      Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normative, melainkan suatu disiplin yang bersifat categories. Artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi saat ini, dan bukan mengenai apa yang semestinya terjadi atau seharusnya terjadi.
3.      Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum (nomotetik).
4.      Sosiologi merupakan ilmu social yang empiris, factual, dan rasional.
5.      Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak, bukan tentang ilmu pengetahuan yang konkert.
6.      Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum.
Sosiologi sebagai ilmu memfokuskan pada kajian pola-pola interaksi manusia, dalam perkembangannya seringkali lebih banyak dihubungkan dengan kebangkitan modernitas. Menurut Zygmunt Bauman (2000: 1023) keterkaitan tersebut dikarenakan beberapa alas an.
1.      Mungkin satu-satunya denominator umum dari sejumlah besar mazhab pemikiran dan strategi riset yang mengklaim mengandung sumber sosiologis adalah fokusnya pada masyarakat.
2.      Fenomena modern lainnya yang khas lainnya adalah ketegangan konstan antar manusia yang muncul dari latar belakang tradisional dan komunal, yang berubah menjadi individu dan subjek tindakan otonom, serta masyarakat sebagai batasan sehari-hari terhadap tindakan dari keinginan individu.
Secara tematis, ruang lingkup sosiologi dapat dibedakan menjadi beberapa subdisiplin sosiologi, seperti:
1.      Sosiologi pedesaan (rural sosiology)
2.      Sosiologi industry (industrial sosiology)
3.      Sosiologi perkotaan (urban sosiology)
4.      Sosiologi medis (medical sociology)
5.      Sosiologi wanita (woman sociology)
6.      Sosiologi militer (military sociology)
7.      Sosiologi keluarga (family sociology)
8.      Sosiologi pendidikan (educational sociology)
9.      Sosiologi seni (sociology of art)
10.  Sosiologi agama (religious sociology)
Sosiologi adalah kajian ilmiah tentang kehidupan social manusia. Sosiologi berusaha mencari tentang hakekat dan sebab-sebab dari berbagai pola pikiran dan tindakan manusia yang teratur dan dapat berulang (Sanderson, 1993: 2). Berbeda dengan psikolog, yang memusatkan perhatiannya pada karakteristik tindakan orang perorangan, sosiplogi hanya tertarik kepada pikiran dan tindakan yang dimunculkan seseorang sebagai anggota suatu kelompok atau masyarakat. Namun perlu diingat, sosiologi adalah disiplin ilmu yang luas dan mencakup banyak hal, dan ada banyak jenis sosiologi yang mempelajari sesuatu yang berbeda dengan tujuan yang berbeda-beda.
 Sosiologi dianggap sebagai ilmu yang tidak mudah karena obyeknya yang berupa masyarakat (dalam arti kata hubungan-hubungan atau jaringanjaringan) bersifat abstrak. Di samping itu kita menjadi tidak mudah untuk merumuskan masalah sosiologis, karena dalam sosiologi sering kali tidak kita jumpai adanya kata-kata ‘ada’ dan ‘pasti’. Hal lainnya lagi adalah bahwa sangat sulit untuk bisa menjaga objektivitas kajian sosiologi, karena peneliti/pengamat berada di dalam subyek kajiannya. Bias-bias subjektivitas peneliti dalam melakukan pengamatan, penafsiran, dan analisis atas suatu fenomena sosial sangat mungkin sekali terjadi. Misalnya Anda sebagai sosiolog sedang meneliti tentang perilaku seksual kelompok elit metropolitan di mana selama melakukan pengamatan Anda selalu memasukkan opini negatif pribadi terhadap perilaku seksual tersebut karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hidup Anda. Tindakan Anda ini tentu saja sangat mengganggu tingkat objektivitas hasil penelitian Anda. Selanjutnya masyarakat sebagai kajian sosiologi bersifat kompleks, terutama masyarakat modern, sehingga ada anggapan sangat sulit bagi sosiolog untuk mengkajinya. Untuk menjawab semua permasalahan tersebut maka terdapat beberapa hal yang harus sangat diperhatikan yaitu bahwa seorang peneliti/pengamat harus bisa bersikap tidak memihak, tidak terburu-buru dalam mencari bukti-bukti/informasi, dan bersikap curiga terhadap informasi-informasi yang bukti-buktinya tidak begitu jelas.
2.      METODE SOSIOLOGI
Sosiologi atau ilmu masyarakat termasuk salah satu pengetahuan kemasyarakatan, ilmu kemasyarakatan sendiri adalah kelompok yang mempelajari kehidupan bersama antara manusia dengan sesamanya (Soemardjan & Soemardi, 1964: 13). Karena sosiologi mencakup kehidupan masyarakat yang komplek dan menyeluruh maka jelas sebagai ilmu pengetahuan dibutuhkan cara-cara mempelajari serta meneliti lingkupan tersebut. Menurut Koenig (dalam Soemardjan & Soemardi, 1964), bahwa cara-cara atau metode sosiologi secara umum ada 2, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Sebelum membahas metode yang tersebut, metode sendiri mengandung cirri-ciri pokok yaitu:
a.        ada permasalahan
b.      hipotesis (kesimpulannya bersifat sementara)
c.       ada usulan mengenai cara kerja atau cara penyelesaian
Dari cirri-ciri tersebut tidak semua metode sama dalam hal pengembangan teknik terssendiri yang dianggap sesuai dengan objek kajian atau objek yan dipelajari (Ulum, 2009: 17). Mengenai metode ilmiah dalam penelitian sosiologi selalu diawali dengan mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah, menentukan ruang lingkup penelitian, kemudian merumuskan hipotesis-hipotesis yang relevan dengan masalah yang diajukan. Hal itu diutamakan sebab peneliti diharapkan mampu mengumpulkan data untuk mengidentifikasikan bukti kebenaran atau ketidakbenaran yang diajukan. Dalam hal ini peneliti dituntut mengetahui data dan memilih metode yang paling tepat dan bermanfaat bagi pengumpulan data baik berupa angka ataupun tidak. Dari pemaparan tersebut, metode kualitatif dan kuantitatif adalah metode dasar dalam metode sosiologi.
1.      Kualitatif
Adalah metode yang lebih mengutamakan cara kerja dan penjabaran hasil penelitian berdasar penilaian terhadap data-data yang diperoleh. Atau dapat dikatakan metode yang mengutamakan bahan yang sukar diukur dengan angka atau ukuran-ukuran lain secara eksak. Penjelasan lebih lanjut juga dikemukakan oleh Darul Ulum (2009,18), diterangkan soal pengertian metode kualitatif. Metode ini dibagi menjadi dua, yaitu metode historis, komparatif, dan studi kasus.
a.       Metode Historis
Adalah cara penelitian yang analisa datanya berdasarkan pada peristiwa-peristiwa masa lampau untuk mengetahui kejadian sekarang.
b.      Metode Komparatif
Adalah salah satu metode kualitatif yang cara penelitiannya membandingkan antara kondisi antar masayarakat untuk mengetahui perbedaan dan persamaan sebab-sebab terjadinya kondisi masyarakat tersebut. Dengan demikian, peneliti diharapakan akan dapat memperoleh petunjuk melalui faktir-faktor penyebab kejadian dan perilaku masyarakat baik masa lampau maupun sekarang.
c.       Studi Kasus
Adalah cara penelitian yang memusatkan perhatian pada fenomena-fenomena sosial umum yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, dalam metode ini peneliti akan menelaah kasu-kasus tertentu dalam keadaan masyarakat, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara yang menggunakan daftar pertanyaan atau dengan pengamatan partisipan. Peneliti ini diperkenankan memberikan sugesti atau pengaruh terhadap pola-pola kehidupan masyarakat yang diteliti.
2.      Metode Kuantitatif
Metode ini lebih mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka sehingga gejala yang ditelitidapat diukur dengan skala-skala, indeks, table, formula-formula yang semuanya itu dengan sedikit banyak harus menggunakan ilmu pasti yang cenderung menggunakan uji statistic. Berikut ini teknik statistic yang umumnya digunakan dalam penelitian sosiologi:
a.       Rata-rata (digunakan menggmbarkan suatu grup atau kategories).
b.      Pengukuran variabelitas (menggunakan populasi untuk mendapatkan suatu kesimpulan, jika variasi dalam populasi rendah maka ada kecenderungan untuk mengambil kesimpulan semakin mudah).
c.       Korelasi (menguji  hubungan dua variable).
d.      Sosiometrik (metode yang sering digunakan apabila terdapat interaksi dalam suatu kelompok, contoh memilah hewan yang disukai atau mempengaruhi dominasi dan komunikasi antar individu dan kelompok). Ada tiga bentuk teknik sosiometrik:
1.      Matrik Sosiometrik (analisis keeratan hubungan).
2.      Sosiogram (pilihan individu ke individu lain)
3.      Indeks sosiometrik (menunjukkan cirri-ciri individu)
e.       Metode induktif (berdasar pola pikir)
f.       Metode deduktif
g.      Metode empris
h.      Metode rasionalisasi
Dalam Supardan (2011: 91-93), metode-metode yang banyak digunakan oleh ahli sosiologi dalam penelitiannya sebagai berikut.
1.      Metode Deskriptif
Sering disebut bagian metode empiris yang menekankan pada kajian masa kini. Metode diskriptif ini adalah suatu metode yang berupaya untuk mengungkap pengerjaan atau pelacakan pengetahuan.
2.      Metode Eksplanatori
Metode ini merupakan bagian metode empiris. Oleh karena itu, metode ini bersifat menjelaskan atas jawaban dari pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana”.
3.      Metode Historis Komparatif
Metode ini menekankan pada analisis atas peristiwa-peristiwa masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum, yang kemudian digabungkan dengan metode komparatif, dengan menitikberatkan pada perbandingan antara berbagai masyarakat beserta bidangnya untuk memperoleh perbedaan dan persamaan, serta sebab-sebabnya.
4.      Metode Fungsionalisme
Metode ini bertujuan untuk meneliti fungsi-fungsi lembaga kemasyarakatan dan struktur social dalam masyarakat.
5.      Metode Studi Kasus
Metode studi kasus merupakan suatu penyelidikan mendalam dari suatu individu, kelompok, atau institusi untuk menemukan variable itu, dan hubungannya di antara variable mempengaruhi status atau perilaku yang saat itu menjadi pokok kajian (Fraenkel dan Wallen, 1993: 548).
6.      Metode Survei
Penelitian survey adalah salah satu bentuk dari penelitian yang umum dalam ilmu-ilmu social. Suatu usaha untuk memperoleh data dari anggota populasi yang relative besar untuk menentukan keadaan, karakteristik, pendapat, dan populasi sekarang yang berkenaan dengan suatu variable atau lebih (Fraenkel dan Wallen, 1993: 557).
            Sosiologi melakukan pengujian empiris baik terhadap strategi teoritis dan maupun terhadap teori. Sebuah strategi teoritis dikatakan baik hanya sejauh ia melahirkan teori-teori spesifik yang ditegakkan atas pengujian empiris yang cermat. Kita dapat sangat yakin kepada sebuah strategi teoritis yang telah melahirkan dan terus akan melahirkan banyak teori yang kukuh. Sebaliknya, strategi teoritis yang hanya didukung teori-teori yang tidak begitu kukuh dan banyak di antara yang tidak berlaku dinilai tidak kuat. Strategi teoritis semacam ini tidak cukup meyakinkan dan tidak banyak membantu dalam teoritisasi dan penelitian lebih lanjut. Penting dicatat, semua strategi teoritis memuat paling tidak beberapa teori yang ditolak sebagai sebuah kesalahan, tetapi penolakan ini terhadap satu teori bukan merupakan dasar yang cukup untuk menolak sebuah strategi teoritis secara keseluruhan. Sejauh sebuah strategi teoritis didukung oleh banyak teori yang kukuh maka memeganginya dapat dibenarkan, tanpa mempersoalkan fakta bahwa sebagian teorinya tidak dapat diterima.
                     
3.      ILMU BANTU DALAM SOSIOLOGI  
            Dalam kajian sosiologi memerlukan banyak ilmu bantu yang dapat menopang kelancaran dan kedalaman kajian sosiologi tersebut. Beberapa ilmu bantu yang sering digunakan dalam sosiologi seperti statistic, psikologi, etnologi, arkeologi, dan antropologi. Di samping ilmu-ilmu social lainnya, seperti sejarah, ekonomi, politik, hukum, maupun geografi.
1.      Statistic
Statistic sangat diperlukan dalam sosiologi terutama dalam perhitungan-perhitungan yang menyangkut pendekatan kuantitatif agar hasil-hasil penelitiannya lebih valid, akurat, dan terukur.
2.      Psikologi
Psikologi pun sangat diperlukan dalam kajian sosiologi karena dalam psikologi dapat diperoleh keterangan, baik latar belakang seseorang berperilaku maupun proses-proses mental yang diperlukan keterangan-keterangannya.
3.      Etnologi
Etnologi adalah ilmu tentang adat istiadat suatu bangsa. Ilmu tersebut sangat diperlukan dalam sosiologi karena menyangkut tradisi-tradisi yang berkembang pada bangsa tersebut.
4.      Arkeologi
Arkeologi adalah ilmu tentang peninggalan ataupun kebudayaan klasik dari suatu bangsa yang telah silam. Peninggalan dan kebudayaan klasik itu penting karena kebudayaan tua sekalipun pada hakikatnya adalah hasil usaha bersama dari suatu masyarakat yang ditelitinya.
5.      Antropologi
Pada mulanya antropologi banyak mempelajari tentang hidup bersama sebagai manusia. Maksud dari hasil penelitian bidang antropologi adalah untuk memahami tentang beberapa keunikan secara ideografis serta memberikan pengertian yang mendalam mengenai masyarakat modern yang lebih luas dan komplek.
4.      TUJUAN ATAU KEGUNAAN SOSIOLOGI
Sudah tentu sosiologi juga mempunyai kegunaan bagi bidang-bidang lainnya seperti umpamanya bagi bidang pemerintahan, pendidikan, industry dan lain sebagainya (Soekanta, 1986: 275).
1.      Sosiologi perlu untuk mempelajari problema-problema social, oleh karena problema-problema tersebut merupakan aspek-aspek dari tata kelakuan social.
2.       Sebagai pemecahan terhadap problem-problema social.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh manusia untuk mengatasi problem-problem sosial, berbagai analisa dan metode telah diterapkan, akan tetapi tanpa hasil-hasil yang memuaskan dewasa init elah ditemukan cara-cara analisa yang lebih efektif walaupun metode-metode lama yang belum dapat dihilangkan begitu saja dan ini disebabkan karena ilmu pengetahuan kemasyarakatan pada umumnya belum sampai untuk menetapkan secara mutlak dan pasti apa yang merupakan problema sosial yang pokok. Akhirnya perlu dicatat bahwa pasti ada reaksi terhadap metode-metode yang baru oleh karena problema sosial menyangkut nilai-nilai dan perasaan-perasaan sosial. Meskipun banyak kekurangan-kekurangan dalam penelitian terhadap problema-problema sosial, metode-metode tersebut terus mengalami perkembangan dalam hal penelitian. Metode yang di gunakan adalah yang bersifat prefentif dan represif untuk  meniadakan kepincangan-kepincangan dalam Masyarakat. Metode yang preventif jelas lebih sulit dilaksanakan, oleh karena harus di dasarkan pada penelitian yang mendalam terhadap sebab-sebab terjadinya problema-problema sosial. Metode represiff lebih banyak di pergunakan, artinya setelah suatu gejala dapat di pastikan sebagai problema sosial, maka baru di ambil tindakan-tindakan untuk mengatasinya. Didalam mengatasi problema-problema sosial tidaklah semata-mata mengandung aspek sosiologis, tetapi juga aspek-aspek lainnya, sehingga diperlukan suatu kerjasama antara ilmu pengetahuan kemasyarakatan pada khususnya untuk memecahkan problema-problema sosial yang di hadapi.
Adapun beberapa problema sosial  tersebut jika dlihat fokus kajianya secara makro  dapat dibedakan berdasarkan bidang-bidang keilmuannya:
a.  Sebagai contoh, problema yang berasal dari faktor ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran.
b. Problema sosial yang disebabkan oleh faktor kesehatan, misalnya terjangkitnya penyakit menular, rendahnya angka harapan hidup, serta tingginya angka kematian.
c.  Problema sosial yang di sebabkan oleh faktor psikologis misalnya meningkatnya fenomena neurosis(sakit saraf).
d. Problema sosial yang disebabakan oleh faktor politik, misalnya tersumbatnya aspirasi politik masa, meningkatnya system pemerintahan yang otoriter, ataupun tidak berfungsinya lembaga-lembaga tinggi Negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif).
e.  Problema sosial yang disebabkan oleh faktor hukum, misalnya meningkatnya angka kejahatan, korupsi, perkelahian, perkosaaan, kenakalan remaja dan bentuk kriminalitas lainya.
3.      Menelaah fenomena-fenomena yang ada di masyarakat, seperti norma-norma, kelompok sosial, stratifikasi sosial dalam masyarakat, lembaga emasyarakatan, proses sosial, perubahan sosial, kebudayaan dan lain sebaainya.
4.      Untuk dapat mengetahui fenomena abnormal yang terjadi secara patologis , yang dapat disebabkan oleh tidak berfungsinya unsure-unsur yang ada pada masyarakat tersebut.
5.      Sosiologi sebagai perencanaan sosial (sosial planning)
Menurut sosiologi suatu perencanaan sosial haus didasarkan pada suatu pengertian yang mendalam tentang bagaimana kebudayaan yang kompleks berkembang dari taraf yang rendah ke taraf yang modern dan kompleks dimana dikenal industry, peradaban kota dan selanjutnya. Selain itu harus pula ada pengertian terhadap hubungan manusia dengan alam sekitar, hubungan antara golongan-golongan dalam masyarakat dan pengaruh penemuan-penemuan baru terhadap masyarakat dan kebudayaan. Suatu perencanaan sosial haruslah didasarkan pada spekulasi atau percobaan-percobaan pada keadaan yang sempurna. Perencenaan sosial dari sudut sosiologi merupakan alat untuk mendapatkan perkembangan sosial, yaitu dengan jalan menguasai serta memanfaatkan kekuatan alam dan sosial serta menciptakan tata tertib sosial. Perencanaan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau membatasi keterbelakangan unsure-unsur kebudayaan materil atau teknologi. Penyalahgunaan sumber-sumber alam, demoralisasi kehidupan keluarga, peningkatan angka kejahatan, depresi merupakan akibat dari keterbelakangan tadi.
6.      Sedangkan Dari sisi fokus kajian mikro, sosiologi juga befungsi dalam memberikan informasi untuk mengatasi permasalahan keluarga, seperti disorganisasi keluarga yang menurut pengertian Goode (1963:391), yaitu sebagai perpecahan dalam keluarga sebagai suatu unit. Perpecahan tersebut disebabkan adanya kegagaglan anggota keluarganya dalam memenuhi kebutuhan dan kewjiban yang sesuai dengan peran sosialnya.
Dalam perkembangannya, sosiologi seingkali dijadikan landasan teori oleh suatu ahli. Contohnya dalam hal pendidikan. Ada empat teori utama tentang sistem pendidikan yang telah dikembangkan oleh para sosiolog. Teori-teori itu adalah teori fungsionalis, teori aliran Karl Marx, teori inflasi diploma, dan teori pendidikan sebagai pembangunan bangsa. Dimensi-dimensi utama dari teori-teori tersebut dibicarakan dan dievaluasi secara kritis pada uraian terdahulu.
Ada tiga tipe sistem pendidikan yang utama yang dijumpai dalam masyarakat dunia. Fungsi-fungsi pendidikan ketrampilan- praktis adalah untuk secara sosial mengalihkan pengetahuan dan ketrampilan yang berguna kepada anggota generasi muda. Sistem-sistem pendidikan kelompok-kelompok status berfungsi untuk member arti kepada status sosial kelompok-kelompok peringkat atas. Sistem-sistem itu pada umumnya sangat tidak praktis dan diabdikan untuk memindahkan dan membahas kumpulan pengetahuan esotirik. Sistem-sistem pendidikan birokrasi terutama berfungsi untuk merekrut personil untuk pekerjaan. Sistem-sistem itu member penekanan persyaratan kehadiran, kelas, dan diploma (Sanderson, 1993: 511).
5.      HUBUNGAN SOSIOLOGI DENGAN ILMU LAIN
            Sosiolologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang manusia dan kelompoknya. Oleh karena itu, sosiologi mengkaji hubungan saling tindakan di dalam dan di antara kelompok manusia.(Roucek,J,S.&Warren,R,L.1984:3). Setiap ilmu mempunyai saling keterkaitan dengan ilmu-ilmu lain, tidak terkecuali dengan sosiologi yang merupakan sebagai ilmu, keterkaitan ilmu sosiologi dengan ilmu lain sangatlah banyak, dalam hal ini yang akan di bahas adalah keterkaitan ilmu sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial, antara lain:
1.      Hubungan Sosiologi dengan Ilmu Sejarah
Kedua ilmu ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu sosial, yang membahas tentang peristiwa-peristiwa di antara manusia, dan di sekitarnya. sejarah membahas tentang peristiwa-peristiwa yang dilakukan oleh manusia di masa lampau, kejadian-kejadian yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Sedangkan sosiologi membahas tentang kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa dengan pandangan yang berbeda, sosiologi juga mengkaji tentang kelompok-kelompok manusia yang melakukan suatu hubungan dan melakukan interaksi sosial, serta tindakan di dalam dan di luar kelompok itu sendiri. Kajian sejarah dan sosiologi mempunyai kesamaan yaitu sama-sama membahas tentang manusia, namun dalam ruang dan waktu yang berbeda.
2.      Hubungan Sosiologi dengan Ilmu Ekonomi
Ekonomi merupakan ilmu yang membahas tentang fenomena-fenomena yang terjadi pada sumber daya manusia, pada hakikatnya ekonomi membahas tentang upaya-upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Misalnya bagaiman manusia itu dapat mencukupi kebutuhannya dalam hal ekonomi, ekonomi hanya membahas tentang usaha-usaha masyarakat untuk menaikkan produksi bahan agar dapat mencukupi kebutuhan masyarakat itu sendiri, sedangkan sosiologi membahas tentang masyarakat secara keseluruhan.
3.      Hubungan Sosiologi dengan Ilmu Politik
Politik merupakan ilmu yang menyelidiki tentang pemerintahan dan menjelaskan tentang kompleksitas pemerintahan. Ilmu politik mempelajari suatu segi khusus dalam masyarakat yang mengenai soal kekuasaan(S.Soekanto.1982:16). Ada yang menganggap politik sebagai seni dan bukan sebagai ilmu, hal ini disebabkan politik diartikan sebagai pembinaan sebuah kekuasaan negara. Sosiologi memusatkan pada segi-segi masyarakat yang bersifat umum dan mencari pola-pola umum yang terdapat pada suatu tindakan masyarakat.
4.      Hubungan Sosiologi dengan Ilmu Hukum
llmu hukum merupakn ilmu yang mengkhususkan untuk mempelajari tentng peraturan-peraturan yang terdapat pada suatu negara, serta mempelajari tentang perubahan-perubahan pola-pola hukum di suatu negara. Sedangkan sosiologi  mempelajari tentang suatu norma-norma sosial serta nilai-nilai sosial yang ada pada hubungan manusia dan masyarakat. Sosiologi juga mempelajari tentang sikap-sikap penyimpangna manusia yang tentu mengganggu jalannya operasi hukum di dalam suatu masyarakat maupun di negara itu.
5.      Hubungan Sosiologi dengan Psikologi
Psiko adalah jiwa, logi merupakan ilmu, jadi psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Ilmu yang menjadikan prilaku manusia sebagai obyek dari kajian ilmunya mengkhususkan manusia sebagai individu  perlu diteliti dari segi jiwanya, meneliti tentang bagaimana individu itu berfikir dan bertindak, sebaliknya sosiologi tidak menyelidiki individu secara umum, dengan kata lain sosiologi tidak meneliti individu secara spesifik, hanya meneliti tentang tindakan-tindakan umum seorang manusia, dan anggotanya serta masyarakat tempat seorang manusia itu tinggal.
6.      Sosiologi dengan Antropologi
Di perguruan tinggi dan lembaga-lembaga ilmiah sosiologi dan antropologi merupakan dua spesialisasi yang sering sekali digabungkan dalam satu bagian (S.Soekanto.1982:17). Ada yang menyatakan bahwa sosilogi lebih memusatkan perhatiannya pada kehidupan masyarakat modern dan kompleks, sedangkan antropologi lebih memusatkan perhatiannya pada masyarakat yang masih sederhana atau masyarakat yang primitive, serta kebudayaan yang di hasilkan suatu masyarakat tersebut. Kedua ilmu ini sangat berhubungan terutama sebagai perbandingan sejauh mana perubahan yang ada pada kebudyaan maupun kehidupan suatu msyarakat.
6.      OBJEKTIVITAS SOSIOLOGI
Pada umumya, para ahli sosiologi menerima objektivitas ilmiah sebagai suatu yang ideal, tetapi ini disadari oleh berbagai kesulitan untuk mencapai objektivitas yang seperti itu dalam disiplin ilmu social. Bagaimanapun, mereka sepertinya tidak merasakan penyimpangan penelitian seperti itu untuk mencegah sosiologi dari suatu ilmu pengetahuan. Menurut Faris (dalam Supardan, 2011: 131), … the fact that all men have values does not mean that prejudice bears on every possible issue, and it does not have to render impossible a value free-science. Sarjana sosiologi lebih banyak yang optimis tentang suatu disiplin ilmu sosiologi yang bebas nilai disbanding Faris, tetapi sarjana sosiologi banyak yang menyadari bahwa sering terjadi penyimpangan dan mereka mencoba untuk memperkecil efeknya atas riset mereka. Fichter (dalam Supardan, 2011: 132) menyimpulkan sebagai berikut.
            The sociologist, as scientist, tries sincerely to avoid moral judgements about the cultures and societies that the studies … . Probably no sociologist can entirely purify his lectures and writings from the values that the personally holds… even the secular scientist, which every sociologist must be, cannot divorce himself completely from the culture in which he is himself involved. His own personal values in some day reflect the social values of the culture in which he has been socialized.
            Hal itu bukanlah hal mudah untuk dipahami oleh siswa, bahkan mahasiswa tingkat pemula. Meskipun demikian, para ahli sosiologi dengan penuh dengan optimis tentang bagaimana norma-norma dan nilai-nilai masyarakat  membentuk pamdangan dunia perorangan itu akhirnya dapat dipahami oleh pembelajar. Bagaimanapun, penerimaan terhadap fakta ini tidak mencegah mereka dari bekerja keras untuk membentuk sosiologi sebagai suatu disiplin ilmu yang seobjektif mungkin.
            Tepat kiranya apa yang dikatakan Horton dan Hunt (dalam Supardan, 2011: 132) bahwa dengan kata lain objektivitas berarti kesanggupan melihat dan menerima fakta sebagaimana adanya., bukan sebagaimana diharapkan terjadi. Sebenarnya dapat dikatakan mudah pula untuk bersikap objektif dalam melakukan penelitian yang objektif bila kita memiliki preferensi ataupun nilai-nilai yang melekat dengan kokoh. Dengan kata lain, cukup mudah untuk bersikap objektif ketika mengamati sepasang ulat yang melakukan reproduksi, tetapi tidak begitu mudah melihat “adegan panas” dalam film layar lebar tanpa terpengaruh. Atas segala hal dimana kita terlibat emosi, kepercayaan, keinginan, kebiasaan, dan nilai-nilai, kita cenderung hanya melihat hal-hal yang bersesuaian dengan kebutuhan emosional dan nilai-nilai yang melekat pada kita.
            Bersikap objektif merupakan hal yang utama jika bukan pertama dalam keharusan ilmiah. Tidaklah cukup dengan bersedia mengetahui sesuatu sebagaimana adnya. Kita harus mengetahui dan waspada terhadap penyimpangan-penyimpangan yang mungkin kita lakukan. Secara sederhana penyimpangan adalah suatu kecenderungan, biasanya secara tidak sadar, melihat fakta dalam suatu arah tertentu karena pengaruh kebiasaan, harapan, kepentingan, dan nilai-nilai seseorang. Ambillah suatu contoh tentang “unjuk rasa tentang perdamaian”. Jika dilihat oleh suatu kelompok tertentu maka akan mungkin dinilai sebagai sikap dan tindakan berani untuk menyelamatkan dunia dari pertikaian maupun perang. Namun, jika dilihat oleh kelompok lain, dapat berbeda penafsirannya. Mereka dianggap sebagai tindakan yang tidak terkendali dan bersifat retoris dengan omong kosong yang utopis. Banyak hasil-hasil eksperimen menunjukkan bahwa kebanyakan orang-orang dalam suatu situasi social hanya mau melihat dan mendengar apa yang mereka harapkan. Bila yang kita inginkan tidak tercapai maka kita akan ngotot dan mencoba melihatnya dengan cara lain. Secara dramatis, hal itu telah ditunjukkan dalam suatu eksperimen Allport dan Postman (1947) sebagai berikut.
            yang memperlihatkan kepada para pengamat suatu gambar seorang kulit putih yang berpakaian buruk yang sedang memegang pisau cukur terbuka sedang bertengkar sengit dengan seorang kulit hitam yang berpakaian rapih dengan sikap meminta maaf dan bersahabat, kemudian para pengamat diminta untuk menggambarkan adegan tersebut. Beberapa di antara mereka melihat pisau cukur berada di tangan orang kulit hitam karena menurut mereka seharusnyalah demikian. Pengamat lainnya memandang adegan tersebut dengan benar, tetapi dalam meneruskan gambaran tentang adegan tersebut (A menggambarkan kepada B, B kepada C, dan seterusnya), pisau cukur tersebut akhirnya menjadi berada di tangan orang berkulit hitam karena sesuai dengan keinginan mereka, itulah yang “pantas”. Sekalipun secara emosional mereka tidak terlibat dalam situasi tersebut, memiliki waktu yang cukup untuk mempelajarinya, dan dengan sadar berusaha untuk melihat dan mendengar dengan cermat, namun penyimpangan secara tak sadar dari para pengamat masih mengendalikan kebanyakan dari mereka untuk melihat atau mendengar fakta yang sebenarnya tidak ada ataupun tidak terjadi demikian (Horton dan Hunt, dalam Supardan, 2011: 133).
            Dengan demikian, beberapa bahaya umum terhadap objektivitas adalah kepentingan pribadi, kedapatan, dan penyimpangan. Sebab bagi seorang pengamat objektivitas tidaklah dating sedemikian mudah, namun hal tersebut dapat dipelajari. Kita akan dapat lebih objektif apabila kita semakin waspada terhadap preferensi-preferensi pribadi kita untuk kemudian menyingkirkannya. Melalui latihan yang tepat dalam metodologi, studi ilmiah di atas kebanyakan eksperimen, serta mencatat penggunaan contoh-contoh penggunaan data, baik secara objektif maupun objektif, seorang pengamat mungkin akhirnya dapat mengembangkan kemampuannya untuk menembus berbagai lapisan penipuan diri dan memandang fakta dengan objektivitas ilmiah pada tingkat yang lebih tinggi. Para ilmuan memiliki juga sekutu yamg kuat, yaitu kritik dari rekan sejawat. Ilmuan menerbitkan hasil penelitiannya sehingga dengan demikian karya mereka dapat diperiksa oleh sejawat ilmuan laiinnya. Berkat proses penerbitan dan dan kritik tersebut, karya yang bermutu rendah akan segera terlihat dan para ilmuan yang membiarkan preferensinya mengatur penggunaan data akan mendapat kritik tajam.  
7.      KONSEP-KONSEP SOSIOLOGI
Konsep-konsep dasar  sosiologi sering digambarkan oleh peneliti dengan cara-cara yang berbeda-beda. Para ahli kebanyakan memperihatkan permasalahan dalam definisi ilmu sosiologi. Menurut  Herbert blumer,  berpendapat bahwa konsep-konsep yang menjadi kunci dalam sosiologi adalah samar-samar, ambigu, dan tidak tentu. (Quated dalam Gitter dan manheim, 1947:2)
Sebaliknya, Horonton dan Hunt (1991:48-49) berpendapat bahwa  konsep-konsep sosiologi memiliki dua manfaat:
1.konsep yang diutarakan dengan teliti untuk melangsungkan suatu diskusi ilmiah.
2. perumusan konsep menyebabkan ilmu pengetahuan bertambah.
Konsep-konsep sosiologi, seperti masyarakat, peran, konflik sosial, lembaga sosial, kebiasaan, dan norma jarang didefinisikan secara serupa atau sama. Konsep-konsep pokok dalam sosiologi menytakan bahwa sosiologi yang prespektif itu dapat membeikan suatu kontribusi substansial untuk membantu penguasaan dasar siswa dalam memecahkan masalah osial dan memuat keputusan tentang isu sosial.
Adapun konsep-konsep yang terdapat dalam sosilogi tersebut mencakup masyarakat, peran, norma, sanksi, interaksi sosial, konflik sosial, perubahan sosial, permasalahan sisal, penyimpangan globalisasi, patronase, kelompok, patriaki, dan hieraki.
1. Masyarakat
Masyarakat adalah golongan besar atau kcil yang terdiri daibeberapa manusia yang dengan atau karena sendirinya berhubungan secara golongan dan merupakan system sosial yang saling empengarhi satu sama lain. Ketergantungan,interaksi sosial, ataupun konflik-konflik sosial yang terjai di masyarakat merupakan penerapan konsep-konsep ilmu sosiologi.
2. Peran
Peran adalah suatu keteraturan perilaku yang diharapkan dari individu. Setiap hari individu  atau hamper semua orang harus berfungsi dalam banyak peran yang bebeda. Peran yang dijalani oleh individu dapat menyebabkan konflik, disinilah pean ilmu sosiologi dapat berkembang.
Dilihat dari jenisnya, menurut linton (Horton dan unt, 1991:122) peran dapat dibedakan menjadi dua,  yaitu pean yang dapat ditentukan atau diberiakan (ascribed)  dan peran yang diperjuangkan. Peran yang di tentuakn artinya peran-peran yang bukan hasil dari prestasinyaatau bakat usahanya.
3. Norma
Suatu norma adalah suatu kode atau standart yang memadu perilaku masyarakat. Norma-norma tersebut mengajarkan kepada kita agar perilaku ita benar, layak dan pantas.Secara umum, menurut Cialdini (2000:709) bentuk norma terdiri dari dua bentuk dasar. Yang pertama menujuk pada perbuatan yang bersifat umum aatau biasa. Norma yang semacam itu disebut norma deskriptif karena penggambaran apa yang dilakukan kebanyakan orang. Norma yang kedua adalah norma yang menunjuk pada harapan-harapan bersama pada suatu masyarakat, organisasi, atau kelompok mengenai perbuatan yang diharapkan serta aturan-aturan moral yang diharapkan.
4. Sanksi     
            Sanksi adalah suatu rangsangan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan (soekanto, 1993;446).  Endaat lain yaitu sanksi merupakan upaya dengan suatu suatu konsekuensi yang diduga dapat menguangi atau menurunkan kemungkinan untuk melakukan perbuatan melanggar untuk masa yang akan datang.
5. Interaksi Sosial    
            Interaksi sosial adalah proses sosial yang menyagkut hubungan timbale balik, antar pribadi dengan kelompok (Poponoe, 1983:04:Soekanto,1993:247). Menurut Soekanto (1986:52-53) berlangsungnya proses interaksi sosial didasarkan oleh empat faktor , anatara lain imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati.
            Faktor Imitsi, dalam sisi positif imitasi dapat mendorong manusia untuk mematuhi kaidah-kaidah atau norma-norma. Sedangkan dalam sisi negative, imitasi dat meniru model-model tindakan-tindakan menyimpang. (Bandura,1973)
            Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandanganatau siakap tertentu yang diterima tanpa sikap keritis karena adanya hambatan emosional yang kurang rasional.
           
Faktor identifikasi merupakan kecenderungan keinginan-keinginan dalam dirinya unnnuk menjadi sama dengan orang lain.
            Faktor simpati adalah proses seseorang merasa tertarik dengan orang lain.
6. Konflik sosial
            Konflik sosial adalah petentangan sosial yang bertujuan untuk menguasai atau menghancurkan pihak lain. Konflik sosial  data berupa kegiatan kelompok yang menghalangi atau menghancurkan kelompok lain. Konflik sosial merupakan bentuk interaksi sosial , integrasi sosial dan memiliki daya untuk mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan dan yang lain ke konflik sosial.
7. Perubahan Sosial
            Perubahan sosial mengacu pada ariasi hubungan antar individu, kelompok, organisasi, kultur, dan masyarkat pada waktu tetentu(Rizer,1987:560). Perubahan sosial adalh modifikasi atau transformasi pada individu, kelompok, masyarakat, lembaga-lembaga sosial yang mempengaruhi sistem sosialnya.
            Konsep perubahan sosial sangat pelu untuk peserta didik agar meeka memahami bahwa masyarakat senantiasa berubah ditinkat kompleksias inernal dan eksternanya.. Ditingkat mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Sedangkan di tingkat akro terjadi perubahan politik, ekonomi dan kultur yang ber sekala internasional. (Sztompka,2004:65)
8. Permasalahan Sosial   
            Istialh permasalahan sosial merujuk pada suatu kondisi yang tidak diinginkan, tidak adil, berbahaya, dan mengancam kehidupan masyarakat. Dalam pndekatanya, perubahan sosial dapat di bedakan menjadi dua, yakni: pendekatan realis dan pendekatan konstruksionalisme.
9. Penyimpangan Sosial
            Stilah penyimpangan aau deviance sebenarnya dalam sosiologi telah ada sejak awal kelahiran ilmu tersebut. Dalam sosiologi, istilah penyimpangan selalu tidak jelas bagi sosiolog. Oleh karena itu, setiap sosiolog memiliki pemahaman tersendiri.
10. Globalisasi          
            Globalisasi meujuk pada implikasi tidak hanya padda jarak nasionla, regional, maupun teritoial tetapi internasonal. Globalisasi dapat terjadi karena berdirinya jaringan-jaringan informasi dari komunikasi global. Globalisasi dapat dianalisis secara cultural, eknomi, dan politik, dalam masing-masning kasusnya terdaat perbedaan.
11. Patronase
Istilah ini mengarah pada birokasi yang dikenal dengan birokasi patrimonial. Birokasi ini serupa dengan lembaga perkawulan yakni antara juragan dan klien. Atau istilah ini mengarah pada jabatan di suatu masyarakat.
12. Kelompok
Konsep kelompok secara umum didefinisikan seagai kumpulan orang yang disatukan oleh suatu perinsip dengan pola rekuitmen hak dan kewajiban tetentu. Konsep ini angat doiminan dala kajian sosiologi karena dalam kajian kelompok tesebut dipahami berbagai interaksi yang bersifat kebiasaan, melembaga atau bertahan dalam waktu yang relatif lama.
Menurut Holy (2000:421) terdapat beberapa jenis kelompok. Yang pertam ialah ategori sosial, lalu Kelomok sosial yang terbagi atas kelompok sekunde dan kelmpok rimer. Disamping itu adapula kelompok khusus.
13. Patriarki    
            Secara harifah patriaki berarti aturan dari pihak ayah. Patriarki merupakan suatu tahap dasar dan unit universal dalam masyarakat, yang sejak awal bersifat sosial.
14. Hierarki      
            Hierarki merujuk kepada sutatu jenjang, tanatanan, peringat kekuatan, prestise, atau otoritas. Ditinjsu dari historisnya, secara umum konsep hierarki diserap oleh ilmu-ilmu sosial yang merujuk pada organisasi bertingkat. Hierarki didefinisikan sebagai jenjang komando yang diterima dari orang yang jenjangnya yang lebih bawah ke lebih atas secara berurutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar