Jumat, 17 Oktober 2014

Pendidikan dalam perspektif sosiologi

Pendidikan berperan penting dalam menentukan posisi sebuah bangsa di tengah era globalisasi saat ini. Pendidikan yang berkualitas menjadi kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia yang akan menghantarkan suatu bangsa pada kemajuan. Menilik kualitas pendidikan Indonesia saat ini, masih banyak hal yang perlu kita perbaiki. Berdasarkan artikel Kompas (3/3/22011) dicantumkan bahwa berdasarkan data dalam Education for All (EFA) Global Monitroring Report  2011 yang dikeluarkan UNESCO, indeks pembangunan pendidikan Indonesia berada pada urutan 69 dari 127 negara yang disurvei. Peningkatan kualitas pendidikan perlu segera diupayakan agar kita tidak semakin tertinggal. Maka, peningkatan mutu pendidikan perlu ditinjau dari berbagai aspek demi tercapainya sistem pendidikan yang efektif dan berkualitas. Salah satu perspektif yang perlu kita perhatikan dalam rangka menciptakan sistem pendidikan yang ideal dan sesuai dengan karakter bangsa adalah perspektif sosiologi.
Sosiologi merupakan cabang ilmu sosial yang mengkaji hubungan antara manusia dengan sesamanya dalam masyarakat. Analisis sosiologi meliputi proses interaksi sosial yang terkait dengan aktivitas pendidikan baik dari lingkup keluarga, kehidupan sosio-kultur masyarakat maupun pada tingkat nasional. Pendidikan dalam perspektif sosiologi dapat menghasilkan sebuah gambaran objektif tentang relasi-relasi sosial yang menyusun konstruksi total realitas pendidikan di negara kita. Maka, segala bentuk wawasan dan pengetahuan sosiologis untuk membedah tubuh pendidikan menjadi perlu untuk dibahas agar proses-proses pengajaran tidak bias ke arah yang kurang relevan dengan kebutuhan bangsa.
Sosiolog Emile Durkheim memandang pendidikan sebagai “social thing” atau disebut juga dengan ikhtiar social. Menurut Durkheim, masyarakat secara keseluruhan beserta masing-masing lingkungan social di dalamnya merupakan sumber cita-cita yang dilaksanakan lembaga pendidikan. Suatu masyarakat bias bertahan hidup hanya kalau terdapat tingkat homogenitas yang memadai di kalangan warganya. Keseragaman esensial yang dituntut dalam kehidupan bersama tersebut oleh upaya pendidikan diperkekal dan diperkuat penanamannya sejak dini di kalangan anak-anak. Tetapi, di balik itu, suatu kerjasama apapun tentunya tidak mungkin tanpa adanya keanekaragaman. Keanekaragaman yang penting tersebut, oleh pendidikan dijamin dengan pelaksanaan pendidikan yang beranek ragam, baik dalam jenjang maupun spesialisasinya.
Berawal dari padangannnya bahwa pendidikan sebagai “social thing”, Durkheim mengungkapkan bahwa pendidikan itu bukanlah satu bentuk, dalam arti ideal maupun aktualnya, tetapi bermacam-macam. Seberapa banyak macam yang dimaksud, mengikuti banyaknya perbedaan lingkungan di kalangan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, akan menentukan tipe-tipe pendidikan yang diselenggarakan.
Pendidikan merupakan alat untuk mengembangkan kesadaran diri sendiri dan kesadarn social (the individual self, and the social self, the I and the We, or homoduplex) menjadi paduan yang stabil, disiplin, dan utuh secara bermakna. Penyelaman dan pencernaan nilai-nilai dan disiplin oleh Durkheim dianggap sebagai syarat inisiasi anak terhadap masyarakat. Pendidikan berperan penting dalam menjaga nilai-nilai moral yang menjadi landasan bagi tumbuh kembang masyarakat. Durkheim menggambarkan betapa generasi muda memerlukan bantuan pendidikan untuk mempersiapkan diri memasuki kehidupan di tengah masyarakat yang memiliki tata nilai tertentu. Persiapan itu diperlukan karena pemuda pada dasarnya belum siap memasuki kehidupan masyarakat. Sasaran pendidikan adalah mengembangkan kekuatan fisik, intelektual, dan moral yang dibutuhkan oleh lingkungan masyarakat. Pendidikan dipersepsikan oleh Durkheim sebagai satu kesatuan utuh dari masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan sebagai dasar masyarakat menentukan proses alokasi dan distribusi sumber-sumber perubahan. Pendidikan juga berfungsi sebagai “baby-sitting” yang bertugas agar warga masyarakat tidak ada yang yang memiliki perilaku menyimpang. Untuk mengemas pendidikan agar menjalankan fungsi tadi harus ditetapkan prioritas yang tepat. Pendidikan harus bias memaksimalkan bakat siswa. Pendidikan juga harus didekatkan pada masyarakat luas.
Mengenai perencanaan pendidikan, Durkheim memandang pentingnya orientasi pendidikan sebagai upaya penyediaan human capital (modal sumber daya manusia). Pendidikan merupakan sebuah investasi. Dalam tataran pembelajaran, desain pembelajaran diatur menganut prinsip “bank konsep” dimana sekolah/guru berperan sebagai “deposan”, sementara murid sebagai “penerima uang deposan”.
Durkheim melihat bahwa pada masing-masing masyarakat memiliki cara yang berbeda dalam memilih format pendidikan. Masyarakat dan pendidikan saling berinteraksi dan saling memberikan pengaruh. Pendidikan selalu berkaitan erat dengan institusi yang lain. Pendidikan selalu ditumbuhkembangkan berdasar nilai-nilai kolektif dan keyakinan suatu masyarakat. Sehingga moralitas umum harus masuk dalam kurikulum dan guru harus memiliki komitmen untuk mentransformasikannya kepada siswa di sekolah, dengan memulai dari guru itu sendiri. Secara tegas Durkheim menyatakan bahwa suatu keharusan, dunia pendidikan melakukan perubahan-perubahan dan penyesuaian-penyesuaian seirama dengan arus deras transformasi yang berlangsung dalam perkembangan masyarakat modern. Ia menyimpulkan, bahwa tidak ada yang lebih penting daripada pendekatan sosiologi bagi para guru.
Lebih lanjut, menurut Durkheim, pendidikan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
Memperkuat solidaritas social
Membuat individu merasa menjadi bagian dari kelompok dan dengan demikian akan mengurangi kecendurangan untuk melanggar aturan
Mempertahankan peranan social
Sekolah adalah masyarakat dalam bentuk miniature. Sekolah mempunyai hierarki, aturan, tuntutan yang sama dengan “dunia luar”. Sekolah mendidik orang muda memenuhi berbagai peranan
Mempertahankan pembagian kerja
Membagi-bagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecakapan. Mengajar siswa untuk mencari pekerjaan sesuai dengan kecakapan mereka
Perspektif sosiologi sebgaai pisau bedah dalam menganalisa pendiidkan sangat bermanfaat bagi perbaikan berbagai permasalah pendidikan yang kini menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia. Kajian dan analisis terhadap keterkaitan fenomena sosial dalam proses pendidikan penting untuk diketahui, di informasikan dan digunakan dalam pengambilan keputusan, kebijakan maupun strategi dalam praktik pendidikan terkait dengan fungsi sosiologi pendidikan yaitu menyediakan visi, pemahaman dan kemampuan terhadap proses pendidikan, dan kemampuan bekerja dalam pendidikan dengan memanfaatkan dinamika struktural dan proses sosial terkait dengan proses pendidikan, dikarenakan kehidupan sosial baik dalam maupun luar lembaga pendidikan mempunyai andil yang besar terhadap proses dan hasil-hasil pendidikan.
Adanya sosiologi pendidikan bisa membantu memberi bahan yang berharga dalam rangka melihat proses pendidikan dengan berbagai masalah dan implikasi yang di timbulkan. Dalam hal ini sosiologi membantu meningkatkan kepekaan dalam melihat nilai-nilai melihat nilai-nilai, institusi, budaya, dan kecenderungan yang ada dimasyarakat. Sosiologi pendidikan juga memberi jalan kepekaan untuk melihat nilai-nilai, institusi, budaya, dan kecenderungan lainya yang terjadi didalam dunia pendidikan.  Selain itu, sosiologi pendidikan dapat membantu memahami perencanaan, proses implementasi, dan implikasi penerapan program manapun kebijakan pendidikan tertentu.
Pengembangan pendidikan seharusnya dilandasi konsep dan teori sosial, alasannya; pertama pendidikan mau tidak mau harus bisa menyiapkan sebuah generasi yang siap memasuki masyarakat yang berubah menuju masyarakat berbasis pengetahuan itu. Kedua, praktisi pendidikan dapat merumuskan cara menetapkan orientasi yang relevan dengan dunia yangberubah di satu pihak, namun di lain pihak dunia pendidikan tidak mengalami distorsi dan disorientasi. Dan alasan yang ketiga adalah pendidikan memerlukan perangkat pisau analisa sosiologis, karena ia bukan sekedar mesin atau tekhnologi pembelajaran ansich. Dengan bantuan perspektif sosiologis, sekolah dan guru akan dapat memahami lingkungan sosial, proses-proses sosial seperti terjadinya konflik, integrasi, pelapisan dan proses sosialisasi. Sosiologi akan membantu meningkatkan kepekaan budaya sehingga memungkinkan praktisi pendidikan mampu mengelola pembelajaran berbasis multikultural, melakukan antisipasi terhadap dampak budaya global dan arus informasi yang tanpa batas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar