Pendidikan
berperan penting dalam menentukan posisi sebuah bangsa di tengah era
globalisasi saat ini. Pendidikan yang berkualitas menjadi kunci peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang akan menghantarkan suatu bangsa pada
kemajuan. Menilik kualitas pendidikan Indonesia saat ini, masih banyak hal yang
perlu kita perbaiki. Berdasarkan artikel Kompas (3/3/22011) dicantumkan bahwa
berdasarkan data dalam Education for All (EFA) Global Monitroring Report
2011 yang
dikeluarkan UNESCO, indeks pembangunan pendidikan Indonesia berada pada urutan
69 dari 127 negara yang disurvei. Peningkatan kualitas pendidikan perlu segera
diupayakan agar kita tidak semakin tertinggal. Maka, peningkatan mutu
pendidikan perlu ditinjau dari berbagai aspek demi tercapainya sistem pendidikan
yang efektif dan berkualitas. Salah satu perspektif yang perlu kita perhatikan
dalam rangka menciptakan sistem pendidikan yang ideal dan sesuai dengan
karakter bangsa adalah perspektif sosiologi.
Sosiologi merupakan cabang ilmu
sosial yang mengkaji hubungan antara manusia dengan sesamanya dalam masyarakat.
Analisis sosiologi meliputi proses interaksi sosial yang terkait dengan
aktivitas pendidikan baik dari lingkup keluarga, kehidupan sosio-kultur
masyarakat maupun pada tingkat nasional. Pendidikan dalam perspektif sosiologi
dapat menghasilkan sebuah gambaran objektif tentang relasi-relasi sosial yang
menyusun konstruksi total realitas pendidikan di negara kita. Maka, segala
bentuk wawasan dan pengetahuan sosiologis untuk membedah tubuh pendidikan menjadi
perlu untuk dibahas agar proses-proses pengajaran tidak bias ke arah yang
kurang relevan dengan kebutuhan bangsa.
Sosiolog
Emile Durkheim memandang pendidikan sebagai “social thing” atau
disebut juga dengan ikhtiar social. Menurut Durkheim, masyarakat secara
keseluruhan beserta masing-masing lingkungan social di dalamnya merupakan
sumber cita-cita yang dilaksanakan lembaga pendidikan. Suatu masyarakat bias
bertahan hidup hanya kalau terdapat tingkat homogenitas yang memadai di
kalangan warganya. Keseragaman esensial yang dituntut dalam kehidupan bersama
tersebut oleh upaya pendidikan diperkekal dan diperkuat penanamannya sejak dini
di kalangan anak-anak. Tetapi, di balik itu, suatu kerjasama apapun tentunya
tidak mungkin tanpa adanya keanekaragaman. Keanekaragaman yang penting
tersebut, oleh pendidikan dijamin dengan pelaksanaan pendidikan yang beranek
ragam, baik dalam jenjang maupun spesialisasinya.
Berawal
dari padangannnya bahwa pendidikan sebagai “social thing”,
Durkheim mengungkapkan bahwa pendidikan itu bukanlah satu bentuk, dalam arti
ideal maupun aktualnya, tetapi bermacam-macam. Seberapa banyak macam yang
dimaksud, mengikuti banyaknya perbedaan lingkungan di kalangan masyarakat itu
sendiri. Dengan demikian, akan menentukan tipe-tipe pendidikan yang
diselenggarakan.
Pendidikan
merupakan alat untuk mengembangkan kesadaran diri sendiri dan kesadarn social (the individual self, and the social self, the I and the
We, or homoduplex) menjadi paduan yang stabil, disiplin, dan utuh secara
bermakna. Penyelaman dan pencernaan nilai-nilai dan disiplin oleh Durkheim
dianggap sebagai syarat inisiasi anak terhadap masyarakat. Pendidikan berperan
penting dalam menjaga nilai-nilai moral yang menjadi landasan bagi tumbuh
kembang masyarakat. Durkheim menggambarkan betapa generasi muda memerlukan
bantuan pendidikan untuk mempersiapkan diri memasuki kehidupan di tengah
masyarakat yang memiliki tata nilai tertentu. Persiapan itu diperlukan karena
pemuda pada dasarnya belum siap memasuki kehidupan masyarakat. Sasaran pendidikan
adalah mengembangkan kekuatan fisik, intelektual, dan moral yang dibutuhkan
oleh lingkungan masyarakat. Pendidikan dipersepsikan oleh Durkheim sebagai satu
kesatuan utuh dari masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan sebagai dasar
masyarakat menentukan proses alokasi dan distribusi sumber-sumber perubahan.
Pendidikan juga berfungsi sebagai “baby-sitting” yang bertugas agar warga
masyarakat tidak ada yang yang memiliki perilaku menyimpang. Untuk mengemas
pendidikan agar menjalankan fungsi tadi harus ditetapkan prioritas yang tepat.
Pendidikan harus bias memaksimalkan bakat siswa. Pendidikan juga harus
didekatkan pada masyarakat luas.
Mengenai
perencanaan pendidikan, Durkheim memandang pentingnya orientasi pendidikan
sebagai upaya penyediaan human capital (modal sumber daya manusia). Pendidikan
merupakan sebuah investasi. Dalam tataran pembelajaran, desain pembelajaran
diatur menganut prinsip “bank konsep” dimana sekolah/guru berperan sebagai
“deposan”, sementara murid sebagai “penerima uang deposan”.
Durkheim melihat bahwa pada
masing-masing masyarakat memiliki cara yang berbeda dalam memilih format
pendidikan. Masyarakat dan pendidikan saling berinteraksi dan saling memberikan
pengaruh. Pendidikan selalu berkaitan erat dengan institusi yang lain. Pendidikan
selalu ditumbuhkembangkan berdasar nilai-nilai kolektif dan keyakinan suatu
masyarakat. Sehingga moralitas umum harus masuk dalam kurikulum dan guru harus
memiliki komitmen untuk mentransformasikannya kepada siswa di sekolah, dengan
memulai dari guru itu sendiri. Secara tegas Durkheim menyatakan bahwa suatu
keharusan, dunia pendidikan melakukan perubahan-perubahan dan
penyesuaian-penyesuaian seirama dengan arus deras transformasi yang berlangsung
dalam perkembangan masyarakat modern. Ia menyimpulkan, bahwa tidak ada yang
lebih penting daripada pendekatan sosiologi bagi para guru.
Lebih lanjut, menurut Durkheim,
pendidikan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
Memperkuat solidaritas social
Membuat individu merasa menjadi
bagian dari kelompok dan dengan demikian akan mengurangi kecendurangan untuk
melanggar aturan
Mempertahankan peranan social
Sekolah adalah masyarakat dalam
bentuk miniature. Sekolah mempunyai hierarki, aturan, tuntutan yang sama dengan
“dunia luar”. Sekolah mendidik orang muda memenuhi berbagai peranan
Mempertahankan pembagian kerja
Membagi-bagi siswa ke dalam
kelompok-kelompok kecakapan. Mengajar siswa untuk mencari pekerjaan sesuai
dengan kecakapan mereka
Perspektif sosiologi sebgaai pisau
bedah dalam menganalisa pendiidkan sangat bermanfaat bagi perbaikan berbagai
permasalah pendidikan yang kini menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia.
Kajian dan analisis terhadap keterkaitan fenomena sosial dalam proses
pendidikan penting untuk diketahui, di informasikan dan digunakan dalam pengambilan
keputusan, kebijakan maupun strategi dalam praktik pendidikan terkait dengan
fungsi sosiologi pendidikan yaitu menyediakan visi, pemahaman dan kemampuan
terhadap proses pendidikan, dan kemampuan bekerja dalam pendidikan dengan
memanfaatkan dinamika struktural dan proses sosial terkait dengan proses
pendidikan, dikarenakan kehidupan sosial baik dalam maupun luar lembaga
pendidikan mempunyai andil yang besar terhadap proses dan hasil-hasil
pendidikan.
Adanya sosiologi pendidikan bisa
membantu memberi bahan yang berharga dalam rangka melihat proses pendidikan
dengan berbagai masalah dan implikasi yang di timbulkan. Dalam hal ini
sosiologi membantu meningkatkan kepekaan dalam melihat nilai-nilai melihat nilai-nilai,
institusi, budaya, dan kecenderungan yang ada dimasyarakat. Sosiologi
pendidikan juga memberi jalan kepekaan untuk melihat nilai-nilai, institusi,
budaya, dan kecenderungan lainya yang terjadi didalam dunia pendidikan.
Selain itu, sosiologi pendidikan dapat membantu memahami perencanaan, proses
implementasi, dan implikasi penerapan program manapun kebijakan pendidikan
tertentu.
Pengembangan pendidikan seharusnya
dilandasi konsep dan teori sosial, alasannya; pertama pendidikan mau tidak mau
harus bisa menyiapkan sebuah generasi yang siap memasuki masyarakat yang
berubah menuju masyarakat berbasis pengetahuan itu. Kedua, praktisi pendidikan
dapat merumuskan cara menetapkan orientasi yang relevan dengan dunia
yangberubah di satu pihak, namun di lain pihak dunia pendidikan tidak mengalami
distorsi dan disorientasi. Dan alasan yang ketiga adalah pendidikan memerlukan
perangkat pisau analisa sosiologis, karena ia bukan sekedar mesin atau
tekhnologi pembelajaran ansich. Dengan bantuan perspektif sosiologis, sekolah
dan guru akan dapat memahami lingkungan sosial, proses-proses sosial seperti
terjadinya konflik, integrasi, pelapisan dan proses sosialisasi. Sosiologi akan
membantu meningkatkan kepekaan budaya sehingga memungkinkan praktisi pendidikan
mampu mengelola pembelajaran berbasis multikultural, melakukan antisipasi
terhadap dampak budaya global dan arus informasi yang tanpa batas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar